JAKARTA - Direktur Jenderal Ketenagalistrikan (Gatrik) Jisman P. Hutajulu memastikan penurunan daya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya 1-4 tidak akan mempengaruhi pasokan listrik di Jawa dan Bali. Adapun total kapasitas dari PLTU ini adalah sebesar 1,6 gigawatt.
Jisman mengatakan kondisi kelistrikan Jawa d Bali masih mengalami over kapasitas.
"Sistem (kelistrikan) Jawa-Bali ini sedikit over suply," ujar Jisman yang dikutip Jumat 27 Oktober.
Jisman menambahkan, dengan makin meningkatnya permuntaan akan pasokan listrik yang lebih bersih, pemerintah akan secara bertahap menurunkan kapasitas PLTU. Meski demikian Jisman enggan membeberkan PLTU mana lagi yang akan diturunkan kapasitas setelah PLTU Suralaya.
Ia memastikan, pemerintah juga mempertimbangkan untuk menurunkan kapasitas bagi PLTU yang sudah berusia tua. Pasalnya, semakin tua usia sebuah PLTU, listrik dan operasional juga semakin tidak efisien.
"Kalau memang kita lihat dulu nanti pembangkit itu efisiensinya seperti apa, sudah tua atau memang sudah seperti apa," beber Jisman.
Lebih jauh ia mengatakan, jika mengarah pada kontribusi nasional atau National Determined Cobntribution (NDC), penurunan emisi dari pembangkity batu bara seharusmua digantikan dengan energi baru terbarukan yang lebih bersih.
"Kalau mengarah ke NDC yang penurunan emisi ya harus dipikirkan sampai ke sana. Ketika satu PLTU mau kita turunun sharenya kan mereka turunin emisi satu ini turun, trus ditambah lagi EBT jadi melengkapi sudah," pungkas Jisman.
Sebelumnya PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN) menyatakan bahwa penghentian operasional PLTU di Indonesia dapat menurunkan emisi karbon dioksida hingga mencapai target 290 juta ton di 2030.
BACA JUGA:
"Kalau misalnya diminta menjadi 290 juta ton CO2, salah satu-satunya memang harus ada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dimatikan. Itu memang bisa dimatikan, bisa saja, secara teknis itu bisa dilakukan," kata Executive Vice President of Energy Transition and Sustainability PLN Kamia Handayani mengutip Antara, Selasa, 27 September.
Meskipun begitu, ia melanjutkan bahwa dibutuhkan biaya yang besar untuk memensiunkan salah satu PLTU di Indonesia. Dengan demikian, Kamia menyampaikan Indonesia perlu mengandalkan bantuan atau dukungan pendanaan dari pihak internasional, seperti Kemitraan Transisi Energi Indonesia yang Adil atau Just Energi Transition Partnership (JETP) yang berkomitmen memberikan dana bantuan sebesar 20 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp300-an triliun.