Hadapi Tantangan Berat, Perekonomian Dunia Berpotensi Melambat
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. (Foto: Dok. ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memperkirakan ekonomi dunia dalam dua tahun ke depan akan berpotensi melambat.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, dalam dua tahun ke depan masih ada beberapa dinamika perubahan global seperti divergensi sumber pertumbuhan antar negara masih akan melebar, pada 2025 baru akan menyempit dan pada 2026 baru akan stabil.

"Tahun 2024 diliputi ketidakpastian, ekonomi golbal cenderung melambat. Memang mulai mengerucut di 2025, tetapi baru stabil di 2026," jelas Perry dalam konferensi pers, Kamis, 19 Oktober.

Menurut Perry, kondisi ekonomi terkini Amerika Serikat (AS) pada 2023 masih akan tumbuh ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan sektor jasa yang berorientasi domestik walaupun pada tahun 2024 berpotensi kembali melambat.

Sementara Tiongkok akan menunjukkan perlambatan ekonomi di tahun 2023 yang dipengaruhi oleh pelemahan konsumsi dan penurunan kinerja sektor properti dan menunjukkan potensi perlambatan lebih lanjut pada tahun 2024.

Perry mengaku, masih banyak tantangan yang akan dihadapi oleh global seperti meningkatnya ketegangan geopolitik sehingga mendorong harga energi dan pangan meningkat dan mengakibatkan tingginya inflasi global.

"Meningkatnya konflik geopolitik mendorong harga energi dan harga pangan, sehingga inflasi dunia tetap tinggi," jelas Perry.

Selanjutnya berasal dari suku bunga di negara maju termasuk Amerika Serikat Fed Funds Rate (FFR) yang diperkirakan masih akan higher for longer hingga awal tahun 2024, Perry memperkirakan ada probabilitas sekitar 40 persen FFR akan naik pada Desember.

"Tapi meskipun naik atau tidak naik (FFR) itu masih akan tetap tinggi khususnya di paruh pertama tahun depan. Baru akan mulai turun pada paruh kedua tahun depan itu FFR nya," tutur Perry.

Faktor lainnya, kata dia, berasal dari dinamika global yang berkaitan dengan implikasi naiknya suku bunga yield US treasury. Sehingga berdampak kepada aliran modal dari negara emerging market.

"Aliran modal itu yang dari negara emerging market yang tempo hari mulai stabil bahkan sudah mulai masuk ke Indonesia dan negara emerging market itu kembali lagi ke cash is the king. Banyak kemudian pindah ke negara maju dan juga memperkuat dolar AS," ucap Perry.

Perry menyarankan dengan meningkatnya ketegangan geopolitik dan ketidakpastian ekonomi, sehingga seluruh dunia memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif rambatan global terhadap ketahanan ekonomi domestik di negara-negara Emerging Market Economies (EMEs), termasuk Indonesia.