Bagikan:

JAKARTA - Harga minyak dunia yang belakangan terus meroket membuat cemas pemerintah.

Pasalnya, banyak penggguna BBM non-subsidi dikhawatirkan akan melakukan migrasi dari Pertamax ke Pertalite.

Adanya disparitas harga antarkeduanya menjadi pendorong masyarkat beralih menggunakan ke BBM subsidi.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, pihaknya melakukan upaya antisipasi agar hal tersebut tidak terjadi.

"Pertama, kita harus tetap nyatakan bahwa BBM subsidi itu untuk rakyat yang memerlukan, kita imbau bahwa pertalite itu untuk masyarakat yang memerlukan dan eligible,," ujar Tutuka, Selasa 17 Oktober.

Untuk itu, ia meminta masyarakat yang mampu dan selama ini telah menggunakan BBM nonsubsidi agar tidak beralih dan menggunakan BBM seperti Pertalite.

Tutuka melanjutkan, pihaknya juga getol mendorong revisi Peraturan Presiden nomor 191 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak agar BBM yang tersalurkan tepat sasaran.

"Kita juga mendorong adanya tetap dilakukannya revisi Perpres 191 supaya bisa dilaksanakan dan ini akan membuat kondisi yang lebih tepat sasaran untuk bbm yang bersubsidi," lanjut Tutuka.

Sebelumnya, Tutuka mengatakan, ada kemungkinan pengguna Pertamax beralih menggunakan Pertalite namun tidak banyak.

Dengan adanya kemungkinan migrasi pengguna, dikhawatirkan konsumsi Pertalite akan melonjak dari konsumsi biasanya.

Asal tahu saja, PT Pertamina (Persero) menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi per 1 Oktober 2023.

Terjadi kenaikan harga untuk bahan bakar yang dijual di SPBU Pertamina seperti Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, Pertamina Dex, dan Pertamax Green 95.

Sebagai contoh, harga BBM jenis Pertamax resmi naik menjadi Rp14.000 per liter dari periode September yang dijual Rp13.300 per liter untuk wilayah DKI Jakarta.

Sementara Pertamax Green 95 naik dari Rp15.000 per liter menjadi Rp16.000 per liter.