Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengupayakan aturan mengenai larangan dan pembatasan (lartas) barang impor bisa selesai dalam bulan ini.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Industri Agro sekaligus Plt Sekretaris Jenderal Kemenperin Putu Juli Ardika saat ditemui wartawan di Gedung Kemenperin, Jakarta, Selasa, 16 Oktober.

"Lartas impor sudah di tahap diskusi untuk menyelesaikannya. Kayaknya bulan ini (selesai)," kata Putu.

Putu mengaku, bahwa pembahasan lartas impor sepenuhnya menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal (Ditjen) Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin.

Sehingga, dirinya tidak bisa membeberkan lebih rinci kapan aturan tersebut mulai diterapkan.

Menurut Putu, aturan tersebut bisa saja selesai Minggu ini, namun dengan catatan bahwa pembahasannya telah selesai di level Eselon I Kemenperin.

"(Aturan) bisa selesai minggu ini, tergantung nanti kalau memang bisa diselesaikan di level Eselon I, ya, bisa cepat, tapi kalau memang harus ke eskalasi harus ada rapat menteri lagi," pungkasnya.

Sekadar informasi, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut, pengendalian impor di Indonesia memang menghadapi banyak tantangan, mulai dari banyaknya produk impor masuk tanpa pemeriksaan SNI di kawasan pabean (border), lemahnya pengawasan termasuk di kawasan berikat, hingga lemahnya tata niaga impor karena tidak berbasis data industri hingga maraknya impor ilegal.

Menperin Agus juga menyinggung keterlibatan mafia dalam upaya pengendalian impor ilegal.

"Masalah pengendalian impor memang kompleks. Lebih kompleks lagi kalau dalam pelaksanaan di lapangan kami berhadapan dengan kekuatan yang kuat. Kelompok-kelompok yang kuat atau mafia," kata dia beberapa waktu lalu.

Oleh karena itu, Agus menekankan, perlunya sinergi dan kolaborasi yang baik antara semua pemangku kepentingan terkait.

Dia mengatakan, kolaborasi dalam pengetatan impor itu diperlukan agar industri dalam negeri tidak terdampak, sehingga tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri manufaktur.

Sebagai sektor yang jadi kontributor terbesar bagi PDB nasional, manufaktur perlu terus didorong oleh kolaborasi yang erat.