Bos Medco Nilai Target NZE 2060 Tidak Realistis
Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk Hilmi Panigoro. (Foto: Maria Trisnawati/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk Hilmi Panigoro menilai, target Indonesia mencapai Net Zero Emision (NZE) pada tahun 2060 tidak realistis.

Seluruh dunia saat ini berkomitmen melakukan transisi energi, termasuk Indoensia dan banyak perusahaan yang juga ikut menyatakan komitmennya dalam menyukseskan transisi energi.

"Pertanyaan saya, is that commitment realistic to achive? Kala saya sbg perusahaan ya ikut 2060 kita mau net zero. Ikut negara, kalo bisa 2050 atau lebih cepat," ujar Hilmi lam paparannya pada Tripatra Engineering Summit, Jumat, 13 Oktober.

Menurut Hilmi, hal ini sulit tercapai karena harus menggantikan bahan bakar fosil seperti batu bara yang saat ini banyak digunakan sebagai pembangkit listrik oleh PLN.

"PLN punya 23 GW base load coal. Kalau itu mau diganti dalam waktu 25 tahun menurut saya enggak realistis," lanjut Hilmi.

Ia juga mengaku tidak bisa memaparkan milestone yang dicapai perusahaannya dalam jangka hingga 12 tahun ke depan.

Menurutnya, pemerintah perlu menyusun rencana yang jelas termasuk penggunaan teknologi yang feasible.

"Kalau belum tercapai itu cuma mimpi. Tapi kita sebagai warga global it is our tanggung jawab, relalistis agak sulit," lanjut Hilmi.

Ia melanjutkan, tahun lalu dunia masih mengonsumsi 8,3 miliar ton batu bara dan tahun ini, meskipun seluruh dunia membicarakan mengenai transisi energi, dunia masih akan mengonsumsi 9 miliar ton batu bara.

"So the world still need coal, the world still need oil and gas. maka perspektif kita sebagai pedagang harus manfaatkan sebagai opportunity kita. Suplai ditekan, demand enggak berubah, apa yang terjadi? Komoditas naik," papar Hilmi.

Untuk itu ia memaparkan akan terus mengembangkan sumber energi yang diperlukan seperti batu bara, minyak dan gas.

Apalagi, kata dia, Indonesia merupakan negara berkembang yang perlu mempertahankan pertumbuhan ekonomi.

Lebih lanjut, Hilmi menjelaskan, energi baru terbarukan masih terbilang cukup mahal di Indonesia.

"Kalau mau buat EBT saat ini pakai solar, pakai wind, baterai yang harganya 15 sen lebih, dua hal yang kita pilih, PLN mesti naikkan tarif dua kali lipat atau negara mesti naikkan subsidi yang juga tidak mungkin. Jadi to be realistic kita akan kerjakan yang terbaik dan the best way adalah engineering solution untuk mengalahkan challenge tadi," pungkas Hilmi.