Bagikan:

JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menerapkan dua inisiatif strategis untuk mendukung target net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.

"Pertamina selama ini dikenal sebagai perusahaan energi terbesar di Indonesia. Kami memiliki peran strategis, yaitu memastikan ketahanan energi nasional. Namun, yang belum banyak diketahui publik bahwa Pertamina sangat serius mewujudkan bisnis yang berkelanjutan," ujar Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) Fadli Rahman dikutip ANTARA, Jumat, 21 April.

Hal tersebut disampaikannya dalam Indonesia Partner Country Hannover Messe Conference di Hannover, Jerman, Kamis (20/4).

Adapun dua strategi tersebut, yaitu melakukan dekarbonisasi bisnis saat ini dan membangun bisnis hijau.

Ada enam inisiatif bisnis hijau yang saat ini tengah dibangun Pertamina, yaitu produksi biofuels, pengembangan energi terbarukan, carbon sink, pengembangan hidrogen bersih untuk sektor transportasi dan industri, pengembangan baterai dan EV ecosystem serta perdagangan karbon.

Penurunan emisi pada lingkup 1 dan 2 di tahun 2060 dari keenam inisiatif tersebut diperkirakan mencapai 25-30 juta ton setara CO2 atau mengkontribusikan sekitar 2 persen terhadap aspirasi NZE nasional.

Produksi biofuels dilakukan di kilang-kilang Pertamina dengan target kapasitas mencapai 200 ribu barel per hari untuk hydrotreated vegetable oils (HVO) dan hydroprocessed esters and fatty acids (HEFA) pada tahun 2060.

Sedangkan untuk pengembangan hidrogen bersih ditargetkan mencapai kapasitas produksi 1,8 juta ton per tahun pada 2040. Pengembangan hidrogen bersih salah satunya bersumber dari geothermal yang dikelola oleh Pertamina NRE, salah satu subholding Pertamina.

Pertamina NRE juga berkolaborasi dengan sejumlah mitra strategis seperti Sembcorp, IGNIS, Keppel, Chevron, TEPCO, Krakatau Steel, dan Pondera dalam inisiatif pengembangan hidrogen bersih.

Energi terbarukan lainnya yang tengah dikembangkan oleh Pertamina adalah pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Saat ini, PLTS telah dibangun dan dimanfaatkan di sejumlah area operasi Pertamina, tak terkecuali di SPBU yang saat ini telah mencapai lebih dari 300 titik.

Fadli mengatakan upaya pemanfaatan energi terbarukan dilakukan Pertamina sebagai upaya untuk menjadikan proses bisnisnya lebih hijau.

Selain itu, dekarbonisasi juga dilakukan melalui inisiatif carbon sink. Untuk mewujudkan ketahanan energi nasional, Indonesia masih membutuhkan energi fosil yang saat ini masih menjadi bisnis utama Pertamina.

Namun demikian, untuk mengurangi emisi karbon di sektor hulu migas ini, inisiatif carbon sink dilakukan Pertamina melalui dua cara, yaitu carbon capture storage (CCS/CCUS) serta inisiatif nature based solutions (NBS). Untuk CCS/CCUS, Pertamina bekerja sama dengan mitra strategis dari Jepang maupun Amerika Serikat (AS), sedangkan untuk NBS, kolaborasi dilakukan bersama dengan Perhutani.

"Sebagai perusahaan energi nasional terbesar, Pertamina memegang peran strategis untuk memastikan pemenuhan kebutuhan serta suplai energi ke masyarakat saat ini dan di saat yang sama Pertamina juga memastikan ketahanan energi bagi generasi mendatang, salah satunya melalui pengembangan energi hijau," kata Fadli.

Pada 2022, Pertamina menduduki posisi kedua skor environment, social, and governance (ESG) di sektor minyak dan gas terintegrasi. Posisi itu meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu posisi ketujuh.

Dari rentang 2010 hingga 2021, Pertamina juga telah menurunkan emisi mencapai 29,07 persen atau 7,4 juta ton setara CO2. Penurunan tersebut dikontribusikan oleh beberapa aktivitas, di antaranya penurunan emisi dari proses, penurunan emisi dari proses pembakaran, efisiensi energi, dan penggunaan energi rendah karbon.