Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Yudo Dwinanda Priaadi mengungkapkan realisasi penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia makin meningkat dari tahun ke tahun.

Tercatat pada tahun 2022 Indonesia berhasil menurunkan emisi hingga 118,2 juta ton dan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional atau Nationally Determined Contribution(NDC) sebesar 116 juta ton.

"Kita sekarang sudah bonus sekitar 2 juta ton CO2. Mudah-mudahan bisa lebih dan kita sudah bonus dua juta ton. akita ingin one day bisa perdagangkan di pasar karbon karena we do better than our target," ujar Yudo dalam sambutannya pada Tripatra Sustainable Engineering, Jumat, 13 Oktober.

Dirinya merinci, pada 2022 sektor energi juga berhasil menurunkan emisi GRK sebesar 91.5 juta ton CO2e yang dilakukan melalui aksi mitigasi efisiensi energi, EBT, bahan bakar rendah karbon, penggunaan teknologi bersih dan kegiatan lainnya.

<span;>Lebih jauh ia memaparkan, perubahan iklim menjadi tantangan yang jadi perhatian global.

Seluruh negara berkomitmen menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan melaksanakan pembangunan berkelanjutan untuk berkontribusi lebih besar pada dukungan penanganan perubahan iklim. Indonesia telah menyampaikan komitmennya melalui ENDC dengan target menurunkan emisi meningkat dari 29 persen menjadi 32 persen pada tahun 2030 dibanding skenario Business as Usual (BAU).

"Kontribusi sektor energi meningkat dari 314 juta ton CO2 menjadi 358 juta ton CO2. Jadi ada updated NDC tapi Indonesia menggunakan istilah enhanced NDC karena kita meningkatkan ambisi untuk pengurangan emisi," lanjut Yudo.

Sejalan dengan komitmen dan ambisi dalam menurunkan emisi GRK, lanjut Yudo, Indonesia juga menyampaikan rencana mencapai NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat.

"Lebih cepat ini kalau kita dapat support dalam dua hal . Pertama teknologi. We do need new technology, better technology, more efisien, more productive dan terakhir jangan lupa karena kita masih negara berkembang kita butuh aenergi yang terjangkau," beber Yudo.

Kedua adalah melalui investasi keuangan. Yudo mengungkapkan Indonesia perlu mengundang investasi yang berkaitan dengan kapasitas dengan berbagai macam proyek EBT termasuk energi efisiensi.