Bagikan:

JAKARTA - Indonesia memiliki komoditas rempah yang sangat banyak, contohnya seperti lada, pala, cengkeh, jahe, kayu manis, dan lain sebagainya. Dengan kekayaan tersebut, rempah menjadi peluang bisnis yang bisa dikembangkan hingga ke pasar internasional.

Banyak pengembangan rempah-rempah yang ada di Indonesia saat ini dijadikan ladang bisnis para Industri Kecil dan Menengah (IKM).

Untuk membantu tumbuhnya IKM, pengembangan produk olahan lada di berbagai daerah penghasil, seperti di Bangka dan Lampung Timur, justru masih menghadapi berbagai tantangan.

Misalnya, ketersediaan bahan baku yang fluktuatif, teknologi dan permesinan yang terbatas dan kurang memenuhi standar, serta SDM yang kurang mumpuni.

Selain itu, masih banyak bangunan, peralatan, serta sanitasi di tempat usaha IKM pengolahan lada yang kurang menerapkan standardisasi dan sistem keamanan pangan.

Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita mengatakan, hal tersebut menyebabkan spesifikasi produk akhir tidak konsisten.

"Oleh sebab itu, diperlukan pedoman yang mengatur tata cara pengolahan agar dapat menghasilkan produk yang aman, bermutu, dan layak konsumsi sesuai standar Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)," kata Reni dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Senin, 25 September.

Reni mengatakan, harga jual lada yang tak menentu membuat nilai ekspor lada terkadang tercatat menurun.

"Harga jual fluktuatif sehingga walaupun volume ekspor meningkat, dari sisi nilai masih mengalami penurunan. Penting untuk melakukan hilirisasi demi meningkatkan nilai tambah lada. Misal diekspor dalam bentuk bumbu racik," ujarnya.

Demi mendukung pengembangan IKM bumbu, terutama untuk komoditas lada, Ditjen IKMA terus memfasilitasi para pelaku IKM dalam hal peningkatan teknologi dan kapasitas produksi melalui program restrukturisasi mesin dan/atau peralatan, peningkatan kualitas kemasan produk, peningkatan sistem keamanan pangan melalui sertifikasi HACCP, peningkatan nilai tambah komoditas rempah di sentra penghasil, serta fasilitasi promosi melalui pameran untuk perluasan pasar.

"Pembinaan dari Ditjen IKMA terus dilakukan dari hulu ke hilir. Kami tidak hanya memperhatikan dari sisi tempat produksinya, tetapi juga sarana dan prasarana, kualitas produk, manajemen dan standar produk ekspor, hingga strategi promosinya," ucap Reni.

Ditjen IKMA juga terus menggenjot peningkatan nilai tambah komoditas rempah di sentra-sentra penghasil rempah, yaitu melalui revitalisasi sentra dengan Dana Alokasi Khusus (DAK), antara lain pengembangan Sentra IKM Olahan Lada di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Sambas melalui DAK tahun anggaran 2022.

Sentra Lada Kabupaten Bangka berlokasi di Kawasan Peruntukan Industri Jelitik dengan luas 1.200 meter persegi. Adapun pembangunan revitalisasi gedung sentra dilakukan dengan menggunakan anggaran DAK fisik, termasuk untuk pengadaan mesin dan peralatan pendukung.

Tak hanya di dua kabupaten tersebut, Ditjen IKMA juga turut mengembangkan Sentra IKM Lada Kabupaten Lampung Timur sejak tahun lalu melalui bimtek produksi dan sistem keamanan pangan, serta fasilitasi bantuan mesin dan peralatan.

Sentra IKM Lada Kabupaten Lampung Timur juga telah ditetapkan sebagai Desa Devisa yang merupakan hasil kerja sama antara Ditjen IKMA dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Impor Indonesia (Indonesia Eximbank).

"Dalam pola pengembangan sentra IKM hilirisasi lada melalui DAK, Ditjen IKMA memfasilitasi pembentukan ekosistem yang melibatkan petani lada, industri pengolahan, serta eksportir untuk mampu menghasilkan olahan lada yang berkualitas dan siap dipasarkan ke industri besar, retail premium, serta ke sektor hotel, restoran, dan kafe atau sektor horeka," ungkapnya.