JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa 28 September bukan batas akhir pengosongan warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Seperti diketahui, warga Pulau Rempang akan direlokasi karena adanya pembangunan Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam, Kepuluan Riau.
“Yang jelas, menyangkut waktu juga, apakah sampai 28 September? Tidak. kita kasih waktu lebih dari itu. tp kita juga hrs ada batasan, kita kasih titik tengah yang baik,” katanya saat konferensi pers, di Kantor BKPM, Jakarta, Senin, 25 September.
Namun sayangnya, Bahlil tidak mengungkapkan kapan pastinya batas pengosongan warga. Meski begitu, di menekankan bahwa pencabutan batas akhir ini agar warga Pulau Rempang dapat bergeser dengan baik.
“Supaya saudara-saudara kita ini bisa bergeser dengan baik, tapi juga usahanya dari para investor bisa kita lakukan juga sesuai dengan apa yang jadi perencanaan,” jelasnya.
Sebelumnya, Wali Kota Batam dekaligus Kepala BP Batam Rudi Muhammad mengatakan bahwa batas akhir pengosongan warga adalah tanggal 28 September.
Awalnya, Rudi mengatakan lahan untuk menggarap Rempang Eco City adalah seluas 17.600 hektare. Di dalam 17.600 hektare itu ada 10.028 hektare hutan lindung dan 7.572 hektare yang akan digunakan PT MEG untuk investasi pabrik Xinyi Group. Adapun pabrik yang dibangun adalah pabrik kaca dan solar panel terbesar kedua setelah China.
BACA JUGA:
Rudi mengatakan BP Batam tidak menggarap seluruh lahan tersebut. Melainkan hanya 2.000 hektare untuk Xinyi Group dengan investasi lebih kurang Rp172,5 triliun ataupun dengan 11,5 miliar dolar AS.
“Jadi tidak secara keseluruhan di atas lahan 17.572 hektare diselesaikan. Tapi dalam waktu dekat 2.000 harus kami selesaikan sehingga perintah yang kepada kami agar tanggal 28 September ini yang 2.000 hektare bisa selesai,” tuturnya.
Namun, kata Rudi, untuk mengosokan 2.000 haktare ini tidak mudah. Sebab, terjadi prokontra dari masyatakat Rempang sendiri.
“Yang dari luar ini karena banyak pengusaha menguasai lahan di atas 17.600 haktare ini. Ada yang menguasai 100 hektare, ada yang 200 hektare karena statusnya hutan lindung dan HPL maka tidak akan diganti rugi, kita mau mengambil kembali,” ujarnya.