Jalan Panjang Monetisasi Karbon: 26 September Masih Bebas Pajak
Ilustrasi (Foto: Dok. Kemenkeu)

Bagikan:

JAKARTA – Sinergi pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memonetisasi potensi lingkungan hidup menjadi kegiatan ekonomi bernilai tambah bakal segera terwujud melalui peluncuran bursa karbon pada 26 September mendatang.

Dalam agenda strategis itu, OJK akan berperan sebagai regulator yang menetapkan aturan berlaku sekaligus menjadi instansi yang melindungi dan mengawasi perdagangan karbon di Indonesia.

“Rencana peluncuran bursa karbon perdana akan dilakukan pada 26 September,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar seperti yang dikutip redaksi pada Minggu, 24 September.

Menurut Mahendra, guna memperkuat ekosistem dalam pengurangan emisi karbon di Indonesia diperlukan upaya bersama berbagai pihak termasuk oleh pemerintah daerah yang memiliki banyak sumber emisi pengurang karbon.

“Setiap provinsi bisa memberikan kontribusi dalam melakukan pengurangan emisi karbon yang langsung bisa dimaterialisasikan dengan dukungan biocarbon fund,” tuturnya.

Bebas pajak

Terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, penerapan pungutan pajak karbon masih belum dilakukan pada saat pembukaan bursa karbon September ini. Menurut dia, mekanisme bursa karbon cukup berbeda dengan objek pajak karbon itu sendiri.

“Bursa karbon itu justru kita minta supaya global berpartisipasi di dalam penurunan emisi di Indonesia, kita buka dengan pasar karbon,” ujarnya kepada VOI beberapa waktu lalu di Jakarta.

Anak buah Sri Mulyani itu menegaskan jika peniadaan pungutan pajak karbon bukan berarti pemerintah menyediakan fasilitas fiskal. Dia menyebut hal ini sebagai sebuah pembuka jalan untuk agenda yang lebih besar di masa mendatang.

“Jadi ini bukan masalah insentif tetapi justru kita ingin pasar global berpartisipasi. Oleh sebab itu kita buka terlebih dahulu pasar karbonnya,” kata dia.

Febrio mengaku saat ini pihaknya masih terus mengkaji skema terbaik penarikan pajak karbon dengan mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak, baik dari sektor bisnis, pemerintah, dan juga masyarakat.

“Kalau sekarang tidak perlu itu (pungutan pajak karbon). Kita harus ada dulu roadmap-nya, industrinya juga seperti apa agar nanti ekonominya tidak terdisrupsi,” tegas dia.

Butuh dana besar

Lebih lanjut, Febrio mengungkapkan jika dibutuhkan pendanaan sebesar 281,23 miliar dolar AS atau Rp4 kuadriliun untuk penuhi target 29 persen pengurangan emisi karbon di Indonesia pada 2030.

"Karena perubahan iklim efeknya keseluruh dunia, jadi butuh komitmen,” imbuhnya.

Disebutkan bahwa investasi terbanyak untuk mereduksi karbon yakni sektor energi, dengan modal transisi sebesar 245,99 miliar dolar AS.

"Supaya transisi energi bisa adil dan merata," ucap dia.

Batal di G20 Bali

VOI mencatat, bursa karbon akan mulai dibuka oleh pemerintah pada September 2023. Hal tersebut merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) seiring dengan pesatnya perkembangan perdagangan karbon di dunia dan besarnya potensi yang dimiliki oleh RI.

VOI mencatat, bursa karbon akan mulai dibuka oleh pemerintah pada September 2023. Hal tersebut merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) seiring dengan pesatnya perkembangan perdagangan karbon di dunia dan besarnya potensi yang dimiliki oleh RI.