Peternak Minta DPR Bentuk Panja untuk Selasaikan Masalah Perunggasan
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Peternak yang tergabung di dalam Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) meminta Komisi IV DPR untuk membentuk panitia kerja (panja) guna meyelesaikan masalah perunggasan di dalam negeri yang tak kunjung selesai.

Sekjen Pinsar Mukhlis mengatakan, penternak mandiri ayam boiler maupun layer selalu menghadapi masalah yang berulang, namun tidak ada solusi dari pemerintah.

“Karena problematikan di perunggasan enggak selesai, mohon kiranya dibentuk panja untuk bahas implemenasi dari pertemuan-pertemuan itu bisa kami rasakan,” ujarnya di dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, Senin, 18 September.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah Pardjuni mengungkapkan, sejak 2019 masalah anjloknya harga ayam broiler tidak pernah tuntas.

Lebih lanjut, ia menilai, masalah yang tak kunjung selesai ini disebabkan karena integrator atau perusahaan unggas terintegrasi yang mulai menguasai pasar.

Menurut dia, perusahaan unggas tersebut menekan usaha peternak kecil.

“Lima tahun terakhir sampai hari ini (peternak kecil) yang tumbuh enggak ada, tapi yang mati banyak. Integrator selalu tumbuh. Itu jelas-jelas fakta. Artinya pemerintah enggak pro ke rakyat tapi pro integrator,” ucapnya.

Padahal, sambung Pardjuni, ayam broiler ini umurnya hanya cukup 35 hari. Namun, masalah dibiarkan berlarut hingga 5 tahun tak kunjung selesai.

“Ayam broiler hanya umur 35 hari, tapi tidak terselesaikan ini sampai 5 tahun lebih,” jelasnya.

Pardjuni juga menyayangkan pemerintah yang hanya melakukan intervensi di hilir seperti pemusnahan bibit ayam yang merupakan final stock (FS), tanpa ada pengendalian bibit ayam galur murni atau Grand Parent Stock (GPS) yang diimpor.

Sekadar informasi, produksi ayam ini awalnya berasal dari Grand Parent Stock yang menelurkan Parent Stock (PS) lalu dihasilkan FS yang dibesarkan menjadi ayam potong.

“Artinya masalah ini di GPS. Dia akan buat masalah pada PS dan ke FS. Kalau diurusnya hanya FS, percuma,” ucapnya.

Sementara, peternak layer atau ayam petelur juga menghadapi masalah yang tidak jauh berbeda.

Belakangan harga jagung yang merupakan pakan ayam menyumbang biaya besar harga produksi.

Ketua Koperasi Peternak Unggas Sejahtera Lokal Suwardi mengatakan harga jagung pakan dari petani lokal sudah menyentuh Rp7.500 per kg. Harga tersebut jauh lebih tinggi dari acuan Rp5.000 per kg.

“Mulai Mei 2023 harga sudah Rp6.000 dan sampai hari ini sudah Rp6.500 diterima peternak. Itu yang bisa beli. Di poultry jagung giling sudah Rp7.000,” ujarnya.

Suwardi mengatakan, berdasarkan Perbadan Nomor 5 Tahun 2022, batas bawah harga telur di tingkat konsumen adalah Rp22.000 per kg dan batas atas Rp24.000 per kg. Tapi saat ini, harga yang diterima hanya Rp20.500, terutama di wilayah Blitar.

“Jadi peternak sudah tanggung rugi. Harusnya HPP hari ini Rp24.700 per kg, itu peternak baru bisa hidup dengan kndisi harga jagung saat ini,” jelasnya.