JAKARTA - Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan, saat ini terdapat 15 proyek penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS) di sektor migas yang sedang dalam tahap studi, dan salah satunya sedang menyediakan feed.
"Proyek-proyek ini memerlukan investasi teknologi dan kolaborasi keuangan," ujar Tutuka yang dikutip Rabu, 13 September.
Tutuka menambahkan, Indonesia akan menjadi pendukung CCS dan pelopor penerapan CCS di kawasan Asia Tenggara, menyusul negara Asia lainnya, seperti Jepang dan China yang telah memiliki rencana strategis dan kebijakan nasional terkait CCS/CCUS. Thailand dan Malaysia juga akan mengambil langkah pengembangan undang-undang penyimpanan karbon.
"Indonesia tetap menjadi pendukung CCS dan tampaknya menjadi pelopor penerapan CCS di Asia Tenggara. Visi luas CCS Indonesia adalah memberikan pengurangan tingkat proyek, sekaligus membuka peluang bagi negara untuk menjadi fasilitas penyimpanan di kawasan tersebut," kata dia.
Dia bilang, Kementerian ESDM tengah menyiapkan kerangka aturan CCS di luar kegiatan hulu minyak dan gas bumi (migas).
Aturan tersebut dibentuk untuk mendukung penurunan emisi dari industri lainnya.
Menurut Tutuka, penguatan kerangka peraturan ini juga memungkinkan Indonesia menjadi CCS Hub di kawasan Asia Tenggara.
Lebih jauh, ia menjelaskan, jika subsektor migas akan tetap kritis di masa transisi energi.
Indonesia sendiri telah menetapkan target produksi migas nasional pada tahun 2030, dan pada saat yang bersamaan berupaya untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) untuk pencapaian Net Zero Emission (NZE).
"Dengan kedua target tersebut, CCS/CCUS dapat menjadi penggerak karena mampu meningkatkan produksi migas melalui CO2-Enhanced Oil Recovery (EOR) Atau Enhanced Gas Recovery (EGR) sekaligus mengurangi emisi secara signifikan," lanjut dia.
Tutuka juga menyampaikan jika Kementerian ESDM bersama Kementerian terkait tengah menyusun Rancangan Peraturan Presiden (R-Perpres) yang diharapkan mampu menjawab sejumlah kebutuhan dalam pengembangan CCS ke depan.
R-Perpres tersebut akan mencakup pengaktifan CCS di luar Wilayah Kerja Migas. Peraturan ini juga harus mampu membuka peluang investasi melalui Mekanisme Perizinan.
"Yang tidak kalah penting lagi bahwa rancangan Perpres ini dapat memungkinkan pengaktifan CCS dengan sumber CO2 dari industri lain," pungkas Tutuka.
BACA JUGA:
Asal tahu saja, sebelumnya Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penerapan CCS/CCUS pada Kegiatan Usaha Hulu Migas.
Ruang lingkup peraturan ini mencakup aspek teknis dan hukum sebagai bagian dari model bisnis hulu minyak dan gas Indonesia.