Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berharap tidak adanya kenaikan harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) senilai 6 dollar AS per Million Metric British Thermal Units (MMBTU) untuk tujuh sektor industri, yang direncanakan pada Oktober 2023.

Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito mengaku, pihaknya sudah berkomunikasi dengan berbagai pihak terkait rencana kenaikkan HGBT tersebut yang dinilai tidak perlu terjadi.

"Kami juga memahami dalam dua tahun terakhir bagaimana kami berjuang dengan program gas 6 dolar ini, kan, untuk mengakselerasi utilitas daripada tujuh sektor yang sudah diterapkan sesuai Peraturan Presiden (Perpres). Kami akan terus mengawal, agar (kenaikan harga) ini tidak akan terjadi," kata Warsito dalam media briefing di Jakarta, Senin, 28 Agustus.

Warsito mengatakan, pihaknya memahami sektor industri sudah bertahan dalam kondisi pandemi COVID-19 dan terus memanfaatkan program HGBT senilai 6 dollar AS.

Oleh karena itu, kata dia, Kemenperin akan terus mengawal rencana kenaikkan HGBT tersebut dan berharap tak terjadi kenaikkan.

"Lonjakan itu memang pukulan berat buat industri di sektor kami. Kalau yang kena harga 6 dollar AS enggak lebih 10 persen, kan, tetapi dari total sektor industri ini yang enggak fair (adil) kalau komersial ratenya jumping sampai di atas 10 dollar AS ini banyak yang akan goyang, ini perlu ditahan," ujar Warsito.

Dia menambahkan, ada sejumlah sektor industri yang keberatan terhadap kenaikan harga gas bumi tertentu, yakni industri pupuk, petrokimia, karet, dan etanol.

"Jadi, jangan langsung jumping harganya. Itu yang jadi sensitif," ucap Warsito.

Lebih lanjut, Warsito menyebut belum mengetahui lama waktu penundaan kenaikkan harga gas bumi tertentu. Namun, dia berharap tidak ada kenaikan harga.

"Kalau ditanya sampai kapan, ya, kami berharap itu tidak terjadi. Nah, kami tetap berusaha mengoptimalisasi alokasi HGBT yang belum 100 persen," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut, kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang diperuntukkan bagi beberapa subsektor industri manufaktur masih belum optimal. Sebab, masih ada sejumlah permasalahan dalam implementasinya

Sementara itu, para pelaku industri mengharapkan agar HGBT dapat diimplementasikan sebaik-baiknya untuk mendukung daya saing.

Adapun beberapa permasalahan yang dihadapi yakni penerapan kebijakan HGBT adalah harga gas bumi yang harus dibayarkan oleh industri penerima masih melebihi ketentuan.

Lebih dari 95 persen perusahaan yang ditetapkan sebagai penerima HGBT berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 91 Tahun 2023 masih menerima harga gas bumi di atas 6 dolar AS/MMBTU.

Lalu, permasalahan kedua adalah industri mengalami pembatasan pasokan gas bumi tertentu. Pada 2022, terjadi pembatasan kuota di Jawa Timur antara 61-93 persen kontrak dan pengenaan surcharge harian untuk kelebihan pemakaian dari kuota ditetapkan di hampir seluruh perusahaan.

Untuk permasalahan ketiga adalah masih banyak industri yang belum mendapatkan HGBT meski sudah direkomendasikan oleh Menteri Perindustrian (Menperin).

Sepanjang 2022, Menperin telah merekomendasikan 140 industri untuk dapat menerima HGBT, namun belum ditetapkan. Selain itu, juga terdapat industri yang sudah ditetapkan sebagai penerima HGBT, namun belum diberikan. Sebagai contoh, PT Pupuk Iskandar Muda 1 yang belum mendapatkan HGBT untuk pasokan bahan baku gas bumi sebesar 40 BBTUD.

"Kami berprinsip No one left behind. Artinya, tak ada satupun industri pengguna gas, baik sebagai bahan baku/bahan penolong dan energi yang tidak mendapatkan gas 6 dolar AS per MMBTU dan pasokannya lancar sesuai target," kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif, dikutip Jumat, 4 Agustus.