JAKARTA - Rencana kenaikan harga gas industri non-harga gas bumi tertentu (HGBT) pada 1 Oktober mendatang oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN dinilai dapat memicu penurunan daya saing industri dan potensi inflasi karena kenaikan harga di masyarakat.
Ketua Bidang Industri Manufaktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bobby Gafur Umar mengatakan, penurunan daya saing industri tersebut bisa berdampak pada risiko pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Kenaikan harga gas bumi bagi produksi akan berdampak secara makro. Pertama, akan mengurangi atau memotong produksi hingga 30 persen dari total produksi gas Indonesia," kata Bobby dalam keterangan resmi yang diterima VOI, Senin, 4 September.
Bobby mengatakan, dampak kedua dari rencana kenaikan harga gas industri non HGBT ini dapat mengurangi daya beli industri dan pengurangan tenaga kerja. Ketiga, adanya risiko penurunan ekspor Indonesia dan berkurangnya market share di pasar global.
Keempat, penurunan iklim investasi karena Indonesia kalah bersaing dengan negara lain. "Kelima, kenaikan harga gas bumi pada akhirnya berpotensi menyebabkan inflasi yang tentu kami semua hindari," ujar dia.
Menurut Bobby, dampak kenaikan harga gas telah dirasakan sejumlah sektor industri, di antaranya pada industri makanan yang menggunakan energi gas sekitar 50 persen dari biaya produksi. Sehingga, dengan kenaikan tersebut akan menurunkan daya saing baik di dalam negeri maupun ekspor global.
"Industri makanan yang telah beralih dari bahan bakar fosil ke gas karena menerapkan prinsip ramah lingkungan," ucapnya.
Rencana kenaikan harga gas bumi ini juga dikeluhkan oleh industri tekstil yang. Pasalnya, industri ini diketahui telah mempekerjakan sekitar 3,5 juta pekerja dan masih dalam pemulihan pascaCOVID-19.
"Industri ini meminta dibatalkannya kenaikan harga gas untuk Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) oleh PGN demi ketahanan industri tekstil nasional," tutur Bobby.
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Industri Manufaktur Apindo Rachmat Harsono berpandangan bahwa semestinya tidak ada alasan bagi PGN untuk menaikkan harga gas bumi.
"Dunia usaha meminta agar pihak terkait memberikan informasi transparan mengenai perhitungan bahan baku, transportasi, dan lainnya sebelum memutuskan kenaikan harga gas bumi," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berharap tidak adanya kenaikan harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) senilai 6 dolar AS per Million Metric British Thermal Units (MMBTU) untuk tujuh sektor industri, yang direncanakan pada Oktober 2023.
Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito mengaku, pihaknya sudah berkomunikasi dengan berbagai pihak terkait rencana kenaikkan HGBT tersebut yang dinilai tidak perlu terjadi.
"Kami juga memahami dalam dua tahun terakhir bagaimana kami berjuang dengan program gas 6 dolar ini, kan, untuk mengakselerasi utilitas daripada tujuh sektor yang sudah diterapkan sesuai Peraturan Presiden (Perpres). Kami akan terus mengawal, agar (kenaikan harga) ini tidak akan terjadi," kata Warsito dalam media briefing di Jakarta, Senin, 28 Agustus.
BACA JUGA:
Warsito mengatakan, pihaknya memahami sektor industri sudah bertahan dalam kondisi pandemi COVID-19 dan terus memanfaatkan program HGBT senilai 6 dolar AS.
Oleh karena itu, kata dia, Kemenperin akan terus mengawal rencana kenaikkan HGBT tersebut dan berharap tak terjadi kenaikkan.
"Lonjakan itu memang pukulan berat buat industri di sektor kami. Kalau yang kena harga 6 dolar AS enggak lebih 10 persen, kan, tetapi dari total sektor industri ini yang enggak fair (adil) kalau komersial ratenya jumping sampai di atas 10 dolar AS ini banyak yang akan goyang, ini perlu ditahan," ujar Warsito.