JAKARTA – Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengungkapkan investasi di negara-negara ASEAN tumbuh namun belum merata. Bahkan, kata Bahlil, hanya sebagian penduduk yang menikmati invastasi ini.
Hal ini disampaikan Bahlil selaku ASEAN Investment Area (AIA) Council Chair memimpin AIA Council Meeting ke-26 di Semarang, Jawa Tengah, di Semarang, Sabtu, 19 Agustus.
“Pada tahun 2022, 60 persen FDI yang masuk ke ASEAN hanya dinikmati oleh kurang dari 1 persen penduduk ASEAN,” katanya dalam keterangan resmi, Minggu, 20 Agustus.
Menurut Bahlil, konsentrasi foreign direct investment (FDI) pada segelintir golongan akan mengancam kesatuan ASEAN di masa depan. Karena itu, kata Bahlil, ke depan ASEAN perlu lebih memupuk kolaborasi secara konkret dalam upaya promosi dan fasilitas investasi.
“Tujuannya agar ASEAN betul-betul dapat menjadi satu komunitas, satu rumah, satu keluarga,” ucapnya.
Bahlil menyampaikan soal investasi di ASEAN ini sejalan dengan tema Keketuaan Indonesia ASEAN 2023 bahwa kawasan ini menjadi pusat pertumbuhan dunia atau Epicentrum of Growth. Namun, Bahlil menekankan pentingnya mengedepankan asas pemerataan investasi.
Sekadar informasi, pertemuan AIA Council yang ke-26 ini merupakan bagian dari ASEAN Economic Ministers’ (AEM) Meeting yang dihadiri oleh perwakilan dari sepuluh negara ASEAN yang membidangi terkait isu investasi. United Nations Conference on Trade and Development UNCTAD didukung oleh Pemerintah Indonesia dalam menyusun kajian Special ASEAN Investment Report (AIR) 2023.
UNCTAD adalah organisasi di bawah Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mempromosikan kepentingan negara berkembang terkait perdagangan dan investasi.
Direktur Divisi Investasi dan Bisnis UNCTAD James Zhan mempresentasikan Special ASEAN Investment Report (AIR) 2023 yang memotret pertumbuhan investasi ASEAN tahun 2022 yang naik 5 persen dengan total investasi 224 miliar dolar AS.
BACA JUGA:
Menurut James, hal ini merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah di tengah arus investasi dunia yang turun hingga 12 persen di tahun yang sama. Penurunan pertumbuhan investasi tersebut didominasi oleh negara-negara maju yang dipacu oleh perang Rusia dan Ukraina yang mengakibatkan kenaikan harga pangan serta energi dunia.
“Sangat kontras perbedaan arus investasi ke negara berkembang yang naik 4 persen dengan arus investasi global dan juga negara maju. Arus investasi ke Asia Tenggara bahkan meningkat hingga 5 persen melampaui level global dan negara maju. Menteri-menteri Asia Tenggara telah berhasil dalam hal menarik investasi ke kawasan ini,” ungkap James.
Laporan UNCTAD juga menggarisbawahi pertumbuhan manufaktur di ASEAN yang meningkat tajam. Tahun 2020 masa pandemi pertumbuhan manufaktur tetap tumbuh mencapai 11 miliar dolar AS.
Saat seluruh dunia juga terpuruk karena Pandemi COVID-19, UNCTAD menilai pemulihan di ASEAN berlangsung cepat. Terbukti di tahun 2021 mengalami lonjakan pertumbuhan 400 persen menjadi 55 miliar dolar AS dan tetap mampu naik di tahun 2022 sebesar 62 miliar dolar AS.