JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan bila Global Minimum Tax (GMT) diterapkan terlalu dini maka akan mengganggu program hilirisasi yang sedang digalakkan pemerintah.
Lebih lanjut, Bahlil mengatakan hal tersebut akan membuat para investor negara maju kembali berinvestasi ke negara mereka.
“Tax minimum global yang 15 persen itu maka mau tidak mau negara berkembang yang lagi mendorong hilirisasi, akan mengalami hambatan besar sebab pemilik modal yang punya teknologi dan menanamkan modal itu kemudian akan berinvestasi di negara mereka,” ujar Bahlil dalam keterangan resmi, Minggu, 20 Agustus.
Bahkan, sambung Bahlil, kebijakan GMT akan memaksakan negara-negara berkembang untuk kirim bahan baku ke negara-negara maju. Sehingga, menurut Bahlil, GMT ini tidak lebih dari akal-akalan negara-negara maju.
“Ilmu ini (akal-akalan) kita sudah paham. Jangan lagi anggap kita tak paham,” ucap Bahlil.
Karena itu, Bahlil meminta agar implementasi GMT dikaji kembali. Bahlil mengatakan penerapan GMT hanya akan menguntungkan negara-negara tertentu, dalam hal ini negara maju yang daya saing investasinya lebih kuat.
“Dengan adanya ketentuan tax minimum global tadi, maka tax holiday itu maksimal 15 persen. Dari kesepakatan tadi memutuskan ini butuh kajian ulang,” kata Bahlil.
BACA JUGA:
Berbeda dengan Menteri Bahlil, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut berbagai negara kini tengah bersiap menerapkan kesepakatan pajak minimum global atau global minimum tax (GMT).
Sri Mulyani mengatakan Indonesia sejauh ini masih menggunakan insentif fiskal untuk meningkatkan daya saing investasi. Menurut dia, berbagai skema insentif fiskal tersebut juga terus diasah agar efektif menarik investasi.
“Ini yang akan menjadi salah satu fokus karena dunia sekarang juga mulai bertahap melaksanakan global taxation yang bertujuan untuk mengurangi