RI-ADB Makin Kompak, Wujudkan Target Pembangunan Berkelanjutan
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Sebagai salah satu negara pendiri sekaligus anggota dan pemegang saham terbesar keenam Asian Development Bank (ADB), Indonesia turut berperan dalam menentukan arah kebijakan ADB ke depan. Sejak ADB berdiri pada 1966, Indonesia tercatat sudah bekerja sama dalam 996 proyek atau setara dengan 46,6 miliar dolar AS.

Saat ini, kerja sama antara ADB dengan Indonesia yang masih berlangsung bernilai 4,1 miliar dolar AS meliputi pembiayaan dengan biaya pinjaman (cost of fund) di bawah tarif pasar, hibah, bantuan teknis, pinjaman dan investasi di sektor swasta, serta pembiayaan perdagangan dan penjaminan.

Indonesia sendiri melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama ADB secara rutin menyelenggarakan High Level Policy Dialogue (HLPD) sebagai forum diskusi strategis mengenai tujuan dan trayektori pembangunan prioritas Indonesia.

HLPD 2023 kali ini juga menjadi platform kedua lembaga untuk memberikan masukan berharga dalam perumusan Strategi Kemitraan Negara (Country Partnership Strategy/CPS) 2025-2029 mendatang yang dapat membantu Indonesia mencapai transformasi ekonomi struktural jangka panjang dan berkelanjutan.

Sebelumnya, ADB CPS untuk Indonesia tahun 2020-2024 ditujukan untuk pembangunan yang inklusif, berdaya saing, dan berkelanjutan.

“ADB mengapresiasi upaya Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan global saat ini, seperti respons terhadap pandemi, berbagai reformasi untuk mencapai transformasi ekonomi, serta reformasi dalam menangani perubahan iklim, transisi energi, dan pertumbuhan hijau,” ujar Ahmed Wakil Presiden ADB M. Saeed seperti yang dilansir Kemenkeu pada Kamis, 27 Juli.

Sesi dialog tingkat tinggi ini terbagi dalam dua tema diskusi. Sesi pertama membahas tantangan pascapandemi: pemulihan ekonomi dan komitmen emisi nol bersih. Sedangkan sesi kedua mengulas tentang kebijakan pertumbuhan berkelanjutan.

Turut hadir Profesor Iwan Jaya Aziz (Universitas Cornell) yang membagikan pandangannya mengenai tantangan pembangunan yang dihadapi Indonesia, dengan penekanan pada kesenjangan kualitas institusi antar daerah, hambatan institusi terkait pengembangan sumber daya manusia, serta institusi dan hubungan antara usaha mikro, kecil, dan menengah.

Sebagai informasi, di Indonesia 80 persen dari bencana yang terjadi disebabkan oleh kerusakan alam akibat perubahan iklim. Sebanyak 60 persen populasi Indonesia hidup di dekat dan daerah pesisir atau di pulau-pulau kecil, di mana berbagai ancaman terhadap habitat dan ketahanan pangan daerah tersebut terus meningkat.

Untuk mengatasi ancaman perubahan iklim yang juga terjadi di tingkat global tersebut, dibutuhkan sebuah program pembiayaan campuran regional yang transformatif. Salah satu contohnya adalah Indonesia sebagai pelopor tengah melanjutkan implementasi dari ETM dan menerapkan inisiasi perdagangan karbon dengan dukungan dari ADB.

Untuk memastikan transisi energi yang adil dan terjangkau, Indonesia dan ADB serta mitra pembangunan lainnya juga membentuk sekretariat Just Energy Transition Program (JETP) yang akan memberikan dukungan kelembagaan dan dukungan pada tahapan implementasi.