JAKARTA - PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk memprediksi volume penjualan semen domestik nasional mengalami pertumbuhan hingga 4 persen di tahun 2023.
"Pembangunan ibu kota baru (IKN) juga akan mendukung permintaan semen curah, oleh karena itu, kami perkirakan semen domestik akan tumbuh sekitar 2 persen hingga 4 persen di tahun 2023," kata Direktur Utama PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, Christian Kartawijaya dalam Public Expose Tahun 2023, secara daring, dikutip dari Antara, Jumat 31 Maret.
Menurutnya, di tahun ini dengan kombinasi harga yang lebih tinggi dari tahun lalu dan curah hujan tinggi sejak awal tahun, permintaan semen kantong terlihat masih relatif lemah.
Namun, dengan perayaan Idul Fitri yang lebih awal dibandingkan tahun lalu, ia berharap permintaan semen kantong dapat mulai pulih pada bulan Mei 2023 dan berlanjut ke semester dua dimana belanja masyarakat dapat meningkat sebelum tahun pemilihan 2024.
"Sementara itu, kami perkirakan permintaan semen curah akan tetap tumbuh karena Anggaran Infrastruktur yang dirangkum dari APBN 2023 ditetapkan 5 persen lebih tinggi dari tahun 2022," ujarnya.
Christian menjelaskan, pada tahun 2022, Indocement membukukan volume penjualan semen dan klinker sebanyak 17,58 juta ton, mengalami penurunan 374 ribu ton atau minus 2,1 persen dari volume 2021.
Namun, pendapatan neto perusahaan mengalami peningkatan 10,5 persen disebabkan oleh kenaikan harga jual di sepanjang tahun 2022 menjadi Rp16,32 triliun, dari tahun sebelumnya Rp14,77 triliun.
Kemudian, beban pokok pendapatan pada 2022 meningkat 16,0 persen dari minus Rp9,64 triliun menjadi minus Rp11,18 triliun karena kenaikan biaya energi, terutama dari harga batu bara, di pertengahan tahun pertama, sehingga mengurangi margin laba bruto menjadi 31,5 persen di 2022 dari 34,7 persen di 2021.
"Pada semester kedua tahun 2022, perusahaan baru berhasil mendapatkan batu bara DMO (kewajiban pasar domestik) sebesar 60 persen dari total kebutuhan batu baranya," terang Christian.
Menurutnya, untuk mengurangi penggunaan batu bara dan dampak harga batu bara yang tinggi, perseroan terus meningkatkan pemakaian konsumsi bahan bakar alternatif dari 12,2 persen pada tahun 2021 menjadi 18,1 persen pada tahun 2022, termasuk peningkatan penggunaan batu bara berkalori rendah (LCV) dari 88 persen menjadi 92 persen.
Selanjutnya, peningkatan beban usaha sebesar 3,6 persen dari minus Rp3,21 triliun menjadi minus Rp3,33 triliun disebabkan oleh kenaikan biaya logistik dan aksi korporasi pada tahun 2022.
BACA JUGA:
Lalu terdapat peningkatan beban operasi lain neto sebesar 155,7 persen dari Rp163,3 miliar menjadi Rp417,6 miliar pada 2022 disebabkan oleh keuntungan valuta asing, klaim asuransi, penjualan barang bekas, dan penyelesaian beberapa proyek.
"Akibatnya, pada 2022, Margin Laba Usaha turun dari 14 persen menjadi 13,6 persen dan Margin EBITDA berkurang dari 22,5 persen menjadi 21,2 persen," terangnya.
Christian menjelaskan, Perseroan mencatatkan pendapatan keuangan neto yang lebih rendah sebesar minus 70,8 persen dari Rp139,3 miliar di 2021 menjadi Rp40,6 miliar karena posisi kas yang lebih rendah sehubungan dengan program pembelian saham kembali.
"Beban pajak penghasilan neto meningkat 0.3 persen dari minus Rp445,5 miliar menjadi minus Rp446,9 miliar disebabkan oleh kenaikan laba usaha. Berdasarkan angka keuangan di atas, laba tahun berjalan naik 3 persen dari Rp1,78 triliun menjadi Rp1,84 triliun pada 2022," papar Christian.