JAKARTA - Indonesia diakui masih menggunakan bahan konstruksi penghasil emisi gas rumah kaca hingga saat ini. Padahal, di negara-negara lain sudah mulai menggunakan bahan konstruksi zero emission atau nol emisi.
Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Menteri PUPR) Firdaus Ali mencontohkan, Eropa saat ini sudah tidak gunakan semen biasa, melainkan semen yang zero carbon. Begitu pula di Singapura.
"Sementara, di Indonesia masih menggunakan bahan konstruksi yang menyumbang emisi gas rumah kaca hingga 24,6 persen," kata Ali dalam acara 'Sustainable Infrastructure Forum' di Jakarta, pada Rabu, 15 Maret.
Ali menyebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengumumkan jumlah penduduk bumi tembus 8 miliar orang pada 15 November 2022. Jika belum ada kiamat sebelumnya, kata dia, ini adalah populasi terbesar yang pernah menghuni planet ini.
"Konsekuensinya apa? Ya, kita membutuhkan air bersih, butuh pangan, butuh security energy, butuh infrastruktur untuk meng-connect satu sama lain," ujarnya.
Dia melanjutkan, peningkatan jumlah emisi karbon dari efek gas rumah kaca menjadi salah satu penyebab pemanasan global. Hal ini yang kemudian memicu perubahan iklim dan ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem.
"Nah, ancaman terburuk yang kita hadapi adalah bencana hidrometeorologi yang paling masif sekali," jelas Ali.
BACA JUGA:
Ali bahkan membeberkan soal bencana yang akan dihadapi Indonesia apabila tidak segera menghentikan efek dari gas rumah kaca tersebut.
"Ancaman terburuk yang sedang kita hadapi adalah kejadian tahun 2022, yakni banyak tempat di dunia ini menghadapi bencana hidrometeorologi yang paling masif sekali, saya sebut salah satunya bencana di Pakistan, 1482 orang meninggal. Kemudian, bencana yang paling besar juga dialami oleh Solo," ungkapnya.
Oleh karena itu, Ali mengimbau semua pemangku terkait untuk bekerjasama guna mencapai target yang diinginkan tersebut. "Jadi, perlu semangat kita bersama untuk menyelesaikan masalah (emisi karbon)," pungkasnya.