Soal Permukiman Dekat Depo Pertamina Plumpang, Kementerian ATR/BPN: Semua Objek Vital Nasional Harus Ada <i>Buffer Zone</i>
Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto dalam Rakernas 2023 di Hotel Shangri-La Jakarta, Selasa, 7 Maret. (Foto: Theresia Agatha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN ) mengatakan, wilayah di sekitaran objek vital negara, seperti Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, memang tidak ideal untuk ditinggali.

Pasalnya, keberadaan objek vital itu harus memiliki jarak paling tidak 500-1.000 meter dari permukiman warga.

"Objek vital nasional itu di dalam zona tata ruang, masuk dalam zona pertahanan keamanan. Artinya, untuk menyiapkan suatu situasi yang aman ditunjukkan dengan ketentuan namanya ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka biru (RTB) yang berupa air. Itu sifatnya ada yang publik dan privat," kata Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN Gabriel Triwibawa kepada wartawan di Hotel Shangri-La Jakarta, Selasa, 7 Maret.

"Nah, di dalam ketentuan, lebarnya buffer zone itu 500 meter. Saya tidak tahu persis kasusnya seperti apa, saya belum mempunyai data di lapangan karena perlu data pertanahan (soal) di luar Plumpang itu. Jadi, kira-kira semua objek vital nasional itu masuk dalam zona pertanahan keamanan dan ada buffer," tambahnya.

Jarak itu, kata Gabriel, bertujuan agar masyarakat tidak terkena dampak dari risiko yang terjadi di dalam objek vital. Akan tetapi, lanjutnya, regulasi telah memperbolehkan masyarakat tinggal di wilayah tersebut alias tidak ada larangan.

Gabriel menjelaskan, sebelum 2015, terdapat dua regulasi yang melarang warga untuk mendirikan permukiman di wilayah tersebut. Pertama, melalui Perda DKI Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta dan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.

"Di sana, disebutkan ada semacam buffer untuk objek vital atau ruang terbuka hijau ada, diatur di sana. Semua objek vital nasional masuk dalam zona pertahanan keamanan dan ada buffer-nya," ujarnya.

Kemudian, Gabriel mengatakan, pada 2020 melalui Perpres Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur, penyusunan RDTR dilakukan melalui mekanisme eksisting.

Sehingga, masyarakat yang sudah bermukim di mana pun, termasuk yang berada di dalam zona kawasan pertahanan nasional, yang seharusnya ada buffer (jarak) tetap masuk di dalam perencanaan tersebut, alias bukan diatur ulang.

Selanjutnya, pada 2022 terbit Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Provinsi DKI Jakarta. Melalui pergub tersebut, wilayah yang saat ini menjadi korban kebakaran Depo Pertamina Plumpang, masuk dalam zona industri dan jasa, bukan wilayah untuk buffer zone.

"Ada Pergub Nomor 31 Tahun 2022 tentang RDTR wilayah DKI. Nah, di sana zonanya industri dan jasa, sehingga ketika memang zonanya seperti itu, maka keberadaan masyarakat di sana memang sudah sesuai dengan rencana tata ruang," jelasnya.

Meski begitu, Gabriel enggan memberikan keterangan soal rencana relokasi Depo Pertamina Plumpang ke wilayah Pelabuhan Indonesia (Pelindo).

"Saya tidak bisa mengangkat topik itu karena bukan kapasitas saya untuk mengatakan itu," pungkasnya.