Bagikan:

JAKARTA – Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan tingginya biaya logistik menjadi beban tersendiri khususnya bagi industri manufaktur.

Menurut dia, hal tersebut akan mempengaruhi daya saing industri dalam memproduksi barang atau jasa. Lebih jauh, juga berdampak pada performa kinerja ekonomi secara makro.

“Kalau dilihat dari komponen logistik sendiri yang paling besar adalah transportasi. Jadi biaya transportasi itu dominan dalam struktur logistik,” ucap dia dalam keterangan tertulis pada Senin, 6 Meret.

Heri menjelaskan, salah satu tantangan besar sektor logistik adalah belum meratanya infrastruktur konektivitas. Disebutkan bahwa pembangunan konektivitas infrastruktur dengan mengedepankan efisiensi biaya logistik menjadi sangat penting.

“Sebagai contoh apabila mengirim barang ke Indonesia timur muatannya penuh. Tapi ketika kembali ke Indonesia barat (misalnya) ke Jakarta belum tentu muatannya penuh. Kenapa? Karena di Indonesia timur atau di daerah tujuannya itu mungkin belum ada hasil-hasil produksi yang dibutuhkan oleh masyarakat atau oleh pasar di daerah Indonesia barat,” tuturnya.

Oleh karena itu, sambung dia, inilah yang jadi tantangan sehingga biaya menjadi lebih besar akibat hanya mengantar barang satu arah.

“Berdasarkan data Logistics Performance Index (LPI) yang dirilis oleh Bank Dunia sebagai indikator kinerja logistik antarnegara, Indonesia pada peringkat 46 dari 160 negara di tahun 2018. Posisi Indonesia masih jauh di bawah Singapura yang berada di peringkat 7 dan Thailand di peringkat 41,” tegas dia.

Sebagai informasi, pada kuartal pertama 2021, biaya logistik Indonesia mencapai 23,5 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini relatif tinggi dibandingkan dengan biaya logistik di negara-negara kawasan ASEAN, seperti Malaysia yang hanya mencapai 13 persen dari PDB.