JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu memperkuat penyerapan tenaga kerja sektor riil. Terutama di tengah era digitalisasi.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan, di tengah tren digitalisasi, pola kerja sudah berubah dan digitalisasi menjadi satu hal yang biasa.
"Kalau sekarang yang kita lihat PHK (pemutusan hubungan kerja) terhadap karyawan itu lebih bukan karena dampak secara ekonomi tapi lebih karena digitalisasi," kata Aviliani mengutip Antara, Kamis, 2 Maret.
Oleh karena itu, lanjutnya, peningkatan kemampuan sumber daya manusia Indonesia untuk dapat merespons cepat sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja saat ini dan mendatang, menjadi penting.
"Tugas pemerintah adalah bagaimana membuat policy (kebijakan) ke depan itu dikaitkan dengan penyerapan tenaga kerja yang memang berbasis sektor riil," ujarnya.
Selain itu, ia menuturkan investasi yang masuk ke Indonesia diharapkan dapat menggerakkan industri yang menyerap lebih banyak tenaga kerja seperti industri padat karya dan mempekerjakan tenaga kerja dalam negeri.
Di sisi lain, pemberdayaan khususnya terhadap masyarakat menengah ke bawah juga perlu ditingkatkan untuk meningkatkan perekonomiannya sehingga dapat memperkecil kesenjangan sosial ekonomi.
"Memang yang harus diatasi itu adalah kesenjangan karena pertumbuhan bisa tinggi tapi yang berkontribusi terhadap pertumbuhan itu kan lebih banyak kelas menengah atas, nah yang di bawah ini yang memang setelah BLT (bantuan langsung tunai) lalu bagaimana pemberdayaan itu menjadi penting," ujarnya.
Aviliani berharap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan tetap berlanjut ke depan dapat diikuti dengan kesenjangan yang makin rendah. Ia memprediksi ekonomi Indonesia pada 2023 tumbuh di kisaran 4,8 sampai dengan 5,1 persen.
Selain itu, menurut dia, kecil kemungkinan Indonesia akan mengalami resesi pada 2023 karena setelah pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), permintaan domestik cenderung meningkat. Bahkan prediksi dari lembaga-lembaga internasional, Indonesia termasuk negara berkembang yang bisa tumbuh di kisaran 4-5 persen.
"Kita melihat bahwa resesi itu mungkin persentasenya di Indonesia itu kecil sekali hanya mungkin terjadi penurunan pertumbuhan sehingga kalau kita lihat 2023 ini pastinya pemulihan ekonomi masih berlanjut," ujarnya.
BACA JUGA:
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan perekonomian Indonesia pada tahun 2022 berhasil tumbuh 5,31 persen dibanding tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), lebih tinggi dibanding capaian tahun 2021 yang mengalami pertumbuhan sebesar 3,70 persen.
Sebelumnya, riset "Keterampilan Digital Asia Pasifik: Manfaat Ekonomi dari Tenaga Kerja Melek Teknologi" yang ditugaskan oleh Amazon Web Services (AWS), sebuah perusahaan Amazon.com, dan dilaksanakan oleh Gallup, meneliti bagaimana upaya membangun angkatan kerja yang didukung teknologi telah membawa manfaat signifikan bagi pekerja, organisasi/perusahaan, serta perekonomian.
Penelitian tersebut dilakukan pada 1.412 pekerja dewasa dan 348 pemberi kerja di Indonesia dari berbagai organisasi sektor publik dan swasta dan industri.
Riset itu menemukan bahwa pekerja digital dengan keterampilan tingkat tinggi di Indonesia tidak hanya menikmati pendapatan yang lebih besar.
Sebanyak 88 persen dari pekerja dalam kelompok tersebut menyatakan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi, dibandingkan dengan 49 persen pekerja dengan keterampilan menengah dan 44 persen pekerja dengan keterampilan digital dasar.