YOGYAKARTA – Prosedur penarikan kendaraan oleh leasing diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Menurut UU tersebut, fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Sementara jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.
Dalam perjanjian fidusia, harus ada dua pihak yang terlibat, yakni debitur sebagai pihak yang memberi fidusia dan kreditur sebagai penerima fidusia.
Ketika debitur wanprestasi atau cidera janji, maka benda atau kendaraan yang dijadikan sebagai jaminan fidusia akan dieksekusi oleh kreditur. Akan tetapi, eksekusinya harus mengikuti prosedur kendaraan leasing.
Prosedur Penarikan Kendaraan oleh Leasing
Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 15 UU Nomor 42 Tahun 1999, terdapat perbedaan penafsiran terkait dengan proses eksekusi atau penarikan jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila kreditnya bermasalah.
Sebagian menafsirkan bahwa proses penarikan kendaraan bermotor oleh leasing harus lewat pengadilan. Sedangkan yang lain menganggap bahwa berdasarkan wewenang yang diberikan oleh UU maka dapat melakukan penarikan sendiri atau sepihak.
Pada 2019, keluar keluar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, dengan harapan terjadi keseragaman pemahaman terkait eksekusi jaminan fidusia pada umumnya dan khususnya penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah atau wanprestasi.
Menurut putusan tersebut, perusahaan leasing diizinkan untuk melakukan eksekusi pada kendaraan yang dijadikan jaminan dengan beberapa prosedur berikut:
- Memperlihatkan Sertifikat Jaminan Fidusia
Kreditur selaku pihak yang menerima fidusia dan melakukan pembiayaan konsumen kendaraan bermotor wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia agar mendapatkan sertifikat jaminan fidusia.
Menurut Pasal 15 UU Nomor 42 Tahun 1999, Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Jika debitur cidera janji, kreditur atau penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri.
- Melewati Sejumlah Tahapan
Prosedur penarikan kendaraan leasing yang berikutnya yakni harus melewati sejumlah tahapan, seperti memberikan peringatan atau pengumuman jatuh tempo hutang.
Pengumuman tersebut wajib diberitahukan sekitar tiga atau satu hari sebelum tanggal jatuh tempo pelunasan hutang. Sehingga pihak debitur sebisa mungkin juga tidak melakukan wanprestasi.
Selanjutnya, pihak kreditur melakukan penagihan. Apabila debitur sudah melewati masa jatuh tempo pembayaran hutang kurang lebih 1 hingga 7 hari, maka perusahaan leasing akan menghubungi debitur.
Sementara jika tenggat waktu pembayaran sudah lebih dari 8 hari hingga 30 hari, maka kreditur harus mengirimkan surat peringatan kepada debitur.
Penarikan kendaraan bisa dilakuka oleh leasing jika debitur sudah melewati dua kali waktu angsuran.
Dalam penarikan tersebut, perusahaan leasing biasanya menggunakan jasa penagih yang sudah bersertifikat profesi dari lembaga yang ditunjuk APPI.
- Memberikan Masa Tenggang
Setelah proses penarikan, perusahaan leasing memberikan waktu tenggang selama 2 pekan untuk debitur. Harapannya, debitur dapat menebus kendaraan tersebut. Jumlah yang harus ditebus akan disesuaikan dengan sisa tunggakan angsuran beserta denda dan bunga yang harus dibayarkan.
Akan tetapi, jika debitur tak kunjung menebusnya, maka perusahaan leasing akan melakukan lelang pada kendaraan yang dijadikan jaminan fidusia.
Demikian informasi tentang prosedur penarikan kendaraan oleh leasing. Untuk mendapatkan update berita terkini, simak terus VOI.ID.