Bagikan:

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif telah meresmikan kantor sekretariat tim kerja Just Energy Transitions Partnership (JETP). Arifin menjelaskan, salah satu tugas Tim Kerja JETP enam bulan ke depan adalah menyelesaikan roadmap pensiun dini pembangkit listrik tenaga batubara.

Menteri ESDM memastikan mempensiunkan dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara tidak akan merugikan pengusaha pemilik pembangkit.

"Timeline penghapusan PLTU akan kita buat, menunya sudah ada, nanti dipilih mana-mana dulu yang paling applicable, paling implementable. Nanti jika sudah dipensiunkan akan diganti dengan pembangkit listrik dengan energi yang lebih bersih," ujar Arifin Tasrif yang dikutip Senin 20 Februari.

Untuk menentukan PLTU mana yang akan dipensiunkan, Arifin mengatakan Pemerintah nanti akan memilih PLTU yang berada di wilayah produksi listriknya berlebih yang sudah tidak efisien dan pembakaran yang sudah tidak sesuai spek awal.

"Nanti akan dipilih wilayah mana yang produksi listriknya yang berlebihan, unit yang sudah tidak efisien karena yang tidak efisien juga konsumsi bahan bakarnya pasti boros, kalau pembakarannya sudah tidak seperti awalnya otomatis energi yang dihasilkan juga tidak lagi seoptimal pada awalnya," ungkap Arifin.

Indonesia mendapatkan komitmen pendanaan 20 miliar dolar AS atau sekitar Rp302 triliun dalam program JTEP dari sejumlah negara maju. Pendanaan itu beragam bentuknya, dari hibah, pinjaman hingga bantuan. Mempensiunkan PLTU merupakan bagian dari program ini untuk menurunkan emisi.

Selanjutnya, Menteri Arifin menegaskan bahwa mempensiunkan PLTU dan menggantinya dengan pembangkit yang lebih ramah lingkungan ini tidak akan merugikan pemilik pembangkit karena prinsipnya aset PLTU tersebut akan dibeli kemudian dioperasikan dengan waktu yang lebih cepat untuk penghentiannya.

"Tidak akan merugikan pemilik PLTU karena nanti akan dihitung sebetulnya nilai asetnya itu berapa dan bagaimana kalau mempercepatnya, bukan menutupnya. Kita tidak bisa menutupnya. Misalnya, masih tersisa berapa tahun, misal 15 tahun, bisa dipercepat lagi tidak menjadi 3 tahun, nah ini 3 tahun itu kompensasinya apa, kita akan melihat nilainya saat ini berapa dan saat tiga tahun berapa jadi intinya harus ada keterbukaan berdasarkan best practice yang ada," jelas Arifin.

Arifin juga menyinggung program lain terkait pembangkit dengan tujuan yang sama menurunkan emisi yakni dengan mengkonversi pembangkit tinggi emisi dengan yang rendah emisi misalnya mengkonversi pembangkit berbahan baku BBM dengan gas.

"Kita juga akan melihat yang lainnya seperti pembangkit BBM dan kita akan mempercepat konversi pembangkit BBM ke gas dan dari gas ke energi baru dan tercepat adalah konversi pembangkit ini jika ingin menurunkan emisi dan cost," tutup Arifin.