Bagikan:

JAKARTA - Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) ditargetkan akan beroperasi tahun ini, tepatnya pada Juni mendatang. Namun, permasalahan baru muncul yakni akses menuju Kota Bandung dari stasiun terakhir Padalarang.

Meskipun bernama Kereta Cepat Jakarta-Bandung, namun sejatinya angkutan massal ini tidak menghubungkan langsung Kota Jakarta dan Kota Bandung.

Karena stasiun kereta terakhir tidak sampai ke Kota Bandung, melainkan berhenti sampai di Stasiun Padalarang yang berada di Kabupaten Bandung Barat.

Pakar transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Sony Sulaksono mengatakan bahwa akses transportasi dari stasiun tersebut menjadi isu yang sedang dibicarakan.

“Isu lainnya adalah akses Padalarang-Bandung,” katanya kepada VOI, ditulis Kamis, 16 Februari.

Pemerintah sendiri tengah menyiapkan KA feeder untuk menghubungkan Stasiun Padalarang ke Stasiun Kota Bandung. Dengan begitu, diperkirakan total waktu tempuh Jakarta-Bandung menjadi 1 jam.

Namun, kata Sony, hal ini justru menjadi permasalahan baru. Pasalnya, KA feeder ini direncanakan akan dioperasikan 30 menit sekali. Sementara, kereta tersebut akan melewati empat jalur sebidang.

Otomatis ketika kereta melewati empat jalur sebidang tersebut, maka lalu lintas kendaraan di sekitarnya harus dihentikan sementara. Sony menilai hal ini akan membuat kemacetan semakin parah.

“Bisa dibayangkan macetnya akan seperti apa jika pintu perlintasan ditutup setiap 15-30 menit sekali,” ujarnya.

Efektivitas Waktu Tempuh jadi Sorotan DPR

Dikutip dari laman DPR RI, anggota Komisi V DPR Iis Rosyita Dewi ungkapkan keresahannya soal efektivitas kereta cepat yang tidak sampai ke pusat Kota Bandung melainkan ke Padalarang.

Kata Iis, dari Padalarang penumpang yang ingin melanjutkan perjalanan ke Kota Bandung, bisa menggunakan KA feeder atau kereta api pengumpan.

Untuk itu, Iis meminta agar pemerintah terkait perlu memastikan efektivitas waktu tempuh keseluruhan hingga ke Stasiun Bandung Kota.

“Ini harus dilihat betul efektivitasnya seperti apa? waktu tempuhnya, apakah justru nanti kereta cepatnya sudah bagus kemudian waktu tunggu kereta feeder ini yang lama, atau bagaimana,” ujar Iis.

Iis pun meminta pemerintah pusat maupun daerah harus benar-benar memperhatikan dan menetapkan mekanismenya dengan jelas.

“Jangan sampai masyarakat yang telah mengeluarkan tarif lebih mahal dibandingkan kereta reguler merasa tidak ada perbedaan,” katanya.

Lebih lanjut, Iis juga mengingatkan agar KAI betul-betul merinci soal kesesuaian jadwal kereta cepat dengan kereta feeder agar nantinya penumpang yang transit dapat segera melanjutkan perjalanannya ke stasiun Kota Bandung.

“Menurut saya ini barometernya adalah apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, apakah membutuhkan cepat atau membutuhkan murah kan itu sebetulnya,” ucapnya.