Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Abdul Kadir Karding menilai, kebijakan subsidi motor dan mobil listrik bukan langkah yang tepat dalam upaya mendorong transisi energi ke energi baru dan energi terbarukan (EBET).

Menurutnya, kebijakan tersebut hanya menghabiskan banyak anggaran. Sementara dampak yang dihasilkan cenderung kurang baik.

“Menurut saya, kebijakan ini sekali lagi kebijakan yang semangatnya bagus, tapi faktanya merusak banyak hal. Subsidi ini kan subsidi terbuka, mau siapa saja yang beli motor dan mobil kena (dapat) subsidi. Jadi tidak ada miskin, tidak ada kurang mampu, semua bisa dapat," papar Karding dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII dengan Dirut PT PLN di Ruang Rapat Komisi VII yang dikutip Kamis, 9 Februari.

"Artinya apa? mobil di Jakarta (kita ambil contoh Jakarta) akan bertambah macet. Karena dengan beli mobil baru, tidak mengurangi mobil lama, karena bukan konversi atau bukan penggantian, jadi asap emisinya tetap akan ada,” lanjutnya.

Dengan kebijakan ini, lanjut Abdul, banyak uang negara yang terbuang lantaran pemerintah akan memberi subsidi motor listrik sebesar Rp7 juta dan mobil listrik Rp80 juta.

"Kalau satu orang Indonesia beli satu juta mobil listrik dengan subsidi Rp80 juta itu berapa berapa banyak subsidi yang dikeluarkan oleh negara. Sehingga mobilnya bertambah banyak, dan jalanan pun tambah macet," cecarnya.

Kata dia, jika kebijakan subsidi motor dan mobil listrik itu menjadi salah satu upaya untuk mendorong transisi energi ke EBET, hal itu merupakan kebijakan yang sangat terburu-buru dan tidak menarik.

Hal ini dikhawatirkan akan terjadi ledakan jumlah motor dan mobil di Indonesia, tanpa mengurangi polusi yang ada.

Oleh karenanya, ia berharap, kebijakan tersebut perlu untuk dikaji ulang.

Ia juga mendorong PLN untuk mengawal proses transisi energi ke EBET sesuai dengan UU EBET.

PLN diminta untuk membuat gambaran nyata dan langkah-langkah konkret dalam proses pengawalan EBET ini.

“Saya mendorong pengawalan transisi energi baru dan energy terbarukan. Salah satu poinnya adalah UU tentang EBET (energi baru dan energi terbarukan) ini, banyak hal di dalamnya yang saya kira ke depan menjadi kendaraan untuk mendorong upaya kita melakukan transisi energi. PLN sudah berusaha mendorong itu, tetapi saya ingin gambaran lebih nyata langkah-langkah konkret PLN dalam konteks soal energi baru terbarukan ini,” pungkasnya.