PMI Manufaktur Indonesia Capai 50,9 pada Desember 2022, Menperin: Alhamdulillah Tetap Ekspansif
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita. (Foto: Dok. Kemenperin)

Bagikan:

JAKARTA - Menutup tahun 2022, sektor manufaktur di Tanah Air konsisten berada dalam level ekspansif, yang tercermin pada capaian Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di level 50,9 pada Desember 2022.

Angka itu mengalami kenaikan dari PMI manufaktur November 2022, yang berada di angka 50,3. Seperti diketahui indeks di atas 50 menandakan posisi ekspansi, sedangkan di bawah garis tersebut berarti kontraksi.

Berdasarkan hasil survei yang dirilis S&P Global, PMI Manufaktur Indonesia bertahan dalam fase ekspansif selama 16 bulan berturut-turut sejak September 2021.

Kinerja positif ini menunjukkan geliat industri manufaktur nasional terus mengalami perbaikan dan semakin pulih usai terdampak pandemi COVID-19 dan di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu.

"Alhamdulillah, capaian PMI Manufaktur Indonesia pada Desember 2022 tetap ekspansif, sesuai juga dengan capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Desember 2022 yang sudah kami rilis sebelumnya, yakni sama-sama berada dalam level 50,9 dan juga naik dibandingkan bulan sebelumnya," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 3 Januari.

Agus pun optimistis deru mesin sektor industri manufaktur di Indonesia masih akan bergemuruh pada tahun ini. Artinya, produktivitas berjalan baik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.

"Kami meyakini, kinerja industri manufaktur (Indonesia) akan semakin tumbuh di tahun 2023 ini, seiring dengan berbagai kebijakan strategis yang sedang disiapkan oleh pemerintah," ujarnya.

Ia juga menyebutkan, pihaknya tengah menyusun strategi untuk mengatasi persoalan ketenagakerjaan di sektor industri, seperti industri tekstil, alas kaki, dan furnitur yang merupakan sektor padat karya.

"Kami sedang menyiapkan kebijakan stimulus tersebut, diantaranya larangan terbatas impor, penyesuaian pemeriksaan post border menjadi border, dan fleksibiltas jam kerja. Itu yang kami minta untuk direlaksasi, paling tidak sampai kondisi normal," ucap Agus.

Di samping itu, menurut Agus, kebijakan pemberian insentif untuk kendaraan listrik sedang dalam tahap finalisasi. Kebijakan ini diambil untuk mendorong percepatan dalam pengembangan industri berbasis listrik di Indonesia.

"Tidak hanya mobil, tidak hanya sepeda motor, tetapi juga bus. Syaratnya satu, harus memiliki fasilitas. Artinya, dia harus punya pabrik di Indonesia," ungkapnya.

Lebih lanjut, kata Agus, realisasi investasi dari industri manufaktur diperkirakan akan mencapai Rp450 hingga 470 triliun pada tahun ini atau naik tujuh persen dibandingkan tahun lalu yang diproyeksi sebesar Rp439,33 triliun.

"Seiring dengan itu, nilai ekspor industri pengolahan nonmigas pada 2022 diproyeksikan mencapai 210,38 miliar dolar AS dan pada 2023 ditargetkan sebesar 225-245 miliar dolar AS," tutur dia.

Nantinya, peningkatan investasi di sektor industri diharapkan akan mendongkrak serapan tenaga kerja. Pada 2022, total serapan tenaga kerja diperkirakan mencapai 19,11 juta orang, sedangkan pada 2023 sebanyak 19,2-20,2 juta orang.

Sekadar informasi, PMI Manufaktur Indonesia pada Desember 2022 mampu melampaui PMI Manufaktur Jerman (47,4), Jepang (48,8), Australia (50,4), Myanmar (42,1), Belanda (48,6), Prancis (47,4), Korea Selatan (48,2), Inggris (44,7), Amerika Serikat (46,2), dan Zona Eropa (47,8).