Bagikan:

JAKARTA - Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 mencapai 4,3 sampai dengan 4,7 persen. Sementara itu inflasi juga diperkirakan berada pada kisaran 5 hingga 5,5 persen.

"Faktornya resesi global berdampak terhadap kinerja ekspor dan investasi," ujar Bhima kepada VOI, Sabtu 31 Desember.

Ia melanjutkan, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi, namun Pemerintah masih ahrus mewaspadai tekanan inflasi dan suku bunga yang berdampak pada daya beli kelompok menengah ke bawah.

Sementara itu tahun politik cenderung ditanggapi oleh kelompok 20 persen teratas dengan wait and see atau menahan keputusan investasi yang berisiko. Di sisi lain, perkembangan konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina serta ketahanan stok pangan di dalam negeri menjadi game changer dari stabilitas harga.

Dari sisi nilai tukar, Bhima memproyeksikan rupiah berada di kisaran 15.800 sampai 16.100 per dollar AS.

"Tekanan akibat pengetatan kebijakan moneter negara maju masih menciptakan risiko ke rupiah. Moderasi harga komoditas juga akan menekan penguatan rupiah karena surplus perdagangan mengecil," bebernya.

Adapun sektor yang diperkirakan akan tumbuh positif antara lain makanan dan minuman karena merupakan kebutuhan dasar. Sektor pariwisata termasuk perhotelan, restoran, cafe, dan transportasi juga akan menjadi primadona di tahun 2023 karena adanya kebijakan pencabutan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) oleh Presiden pada Jumat 30 Desember.

Menjelang Pemilihan Umum pada tahun 2024, Bhima menyebut sektor yang berkaitan dengan Pemilu seperti percetakan, jasa periklanan, venue dan hiburan rakyat seperti konser juga diperkirakan akan mengalami pertumbuhan di tahun 2023.

"Jasa telekomunikasi, industri besi baja dan industri furniture juga akan meingkat sejalan dengan pembukaan ekonomi China pasca Covid-19," pungkas Bhima.