Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, industri karet nasional (sektor hulu dan hilir) telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi perolehan devisa hingga 7,1 miliar dolar AS pada 2021.

Oleh karenanya, Kemenperin terus mendorong pengembangan industri pengolahan karet agar semakin produktif, inovatif, dan kompetitif.

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan, langkah strategis melalui hilirisasi ini diyakini dapat mengoptimalkan penyerapan komoditas karet di dalam negeri, sekaligus meningkatkan nilai tambahnya yang akan berujung pada pertumbuhan ekonomi nasional.

"Komoditas karet memiliki peranan yang penting terhadap perekonomian nasional. Apalagi, Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar kedua di dunia, dengan luas areal perkebunan karet sebesar 3,6 juta hektar dan produksinya mencapai 3,03 juta ton pada 2021," kata Putu dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 18 Desember.

Ia pun mengatakan, saat ini, produk karet hulu yang diproses lebih lanjut di dalam negeri oleh industri hilir hanya berkisar 20 persen, meliputi industri ban, vulkanisir, dock fender, barang teknik karet, dan lain sebagainya. Sedangkan, 80 persen sisanya diekspor dalam bentuk setengah jadi berupa crumb rubber dan ribbed smoked sheet (RSS).

Oleh karena itu, kebijakan hilirisasi penting untuk meningkatkan nilai tambah komoditas karet di dalam negeri.

"Melalui pelaksanaan Sarasehan Komoditas Karet Nasional beberapa waktu lalu, kami berharap bisa ada solusi terbaik ke depannya untuk lebih mengembangkan industri pengolahan karet nasional yang berdaya saing global," papar Putu.

Kemenperin sendiri telah mendorong peningkatan pemanfaatan karet alam melalui aspal karet.

Hal ini perlu juga didorong untuk pengembangan produk-produk turunan karet lainnya, seperti bantalan jembatan, seismic bearing, rubber dam, belt conveyor, dock fender, dan lain-lain.

"Untuk implementasi hal ini, pemerintah telah membuat program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Melalui Program P3DN ini, diharapkan pengadaan proyek yang didanai oleh APBN dan APBD, serta pengadaan sektor BUMN dapat menyerap produk industri dalam negeri yang sudah ber-TKDN," ungkap Putu.

Di samping itu, upaya lain yang bisa dilakukan adalah optimalisasi penggunaan karet dalam negeri melalui Demand Promotion Scheme (DPS).

Kebijakan ini bertujuan meningkatkan penyerapan karet alam di dalam negeri, sekaligus menekan impor barang jadi karet.

Pemerintah bahkan berupaya mendongkrak harga karet di dalam negeri, yakni melalui forum karet internasional yang melibatkan tiga negara produsen utama karet alam, yaitu Indonesia, Thailand, dan Malaysia yang tergabung dalam organisasi International Tripartite Rubber Council (ITRC).

Ketiga negara ini telah menerapkan kesepakatan untuk pengurangan ekspor melalui Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) yang telah diberlakukan beberapa kali.

"Pengurangan ekspor tersebut hanya bersifat sementara sebagai stimulan menuju keseimbangan supply-demand agar berdampak positif bagi perbaikan harga karet alam," pungkas Putu.