JAKARTA - Ketua Bidang Prasarana & Sarana SEA GAMES XIX 1997, Letjen TNI Marinir (Purn) Suharto mengaku angkat topi dengan kerja keras Panitia Penyelenggaraan SEA GAMES XIX 1997 yang sukses menyelenggarakan Pesta Olahraga Asia Tenggara ini tanpa dukungan logistik berupa alokasi APBN dari pemerintah.
“Dana SEA GAMES 1997 lalu, tak sepeserpun dari pemerintah. Tetapi hebatnya, Indonesia keluar sebagai juara umum. Ini prestasi yang membanggakan,” ujar Suharto di Jakarta, Minggu 6 November.
Menurut Suharto, dana penyelenggaraan SEA GAMES ini bersumber dari konsorsium swasta yang dikelola oleh PT Tata Insani Mukti. Konsorsium ini diberi amanah oleh Presiden melalui Kemenpora dan KONI mencarikan dana untuk pelaksanaan Sea Games XIX tahun 1997 di Jakarta.
Sementara, Negara tidak memiliki pos anggaran untuk pelaksanaan Sea Games XIX tahun 1997 di Jakarta yang mendadak pada waktu itu.
Sehingga panitia penyelenggara melalui Konsorsium Swasta Mitra Penyelenggara (KMP) SEA GAMES XIX, bekerja ekstra keras untuk bisa mendapatkan dana sehingga SEA GAMES ini dapat terselenggara dan sukses.
“Memang tidak ada dukungan dana dari pemerintah dan tidak dianggarkan dalam APBN saat itu,” jelasnya.
Dia menerangkan, dana penyelenggaraan SEA GAMES ini bukan bersumber dari APBN.
Tetapi dana ini murni dari pihak swasta yang diberi tugas oleh negara untuk mencarikan dana.
Di dalam Permenkokesra terkait saat itu disampaikan KMP SEA GAMES XIX hanya mencarikan pendanaan untuk kepentingan SEA GAMES XIX tahun 1997 di Jakarta (Kepentingan Negara).
Adapun permintaan KONI dan Kemenpora adalah maksimal sebesar Rp70 miliar. Namun ternyata dalam perjalanannya, KONI meminta penambahan dana sebesar Rp35 miliar untuk pembinaan atlet.
Karena itu, sangat tidak tepat jika pemerintah kembali mengungkit-ungkit dana SEA GAMES 1997 ini.
“Event ini mendadak, maka tidak ada anggaran untuk perhelatan akbar tersebut, yang merupakan kepentingan negara Indonesia,” terangnya.
Seperti diketahui, tuan rumah perhelatan SEA GAMES 1997 adalah negara Brunei Darussalam.
Namun, tiba-tiba Brunei mengundurkan diri lantaran tidak siap. Makanya, Indonesia dipilih menggantikan Brunei.
Sayangnya, saat itu, Indonesia tidak punya cukup anggaran untuk membiaya pesta olahraga Asia Tenggara ini. Karena itu, guna mendukung SEA GAMES ini maka dibuat produk hukum oleh Presiden untuk kelancaran proses pelaksanaan Sea Games XIX tahun 1997 di Jakarta tersebut.
Instruksi Presiden RI Nomor 5 Tahun 1996 tentang “Penyelenggaraan SEA Games XIX, 1997 di Jakarta” tertanggal 11 Juni 1996 dan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Selaku Ketua Badan Pembina Penyelenggara SEA Games XIX, 1997 di Jakarta Nomor: 14 / KEP / MENKO / KESRA / VII / 1996 Tentang Penunjukan Konsorsium Swasta sebagai Mitra Penyelenggara SEA Games XIX, 1997 di Jakarta.
“Sekali lagi, pihak yang mencarikan dana adalah KMP Sea Games XIX tahu 1997 di Jakarta, yaitu PT Tata Insani Mukti sebagai subyek hukum pelaksana, bukan dari APBN. Tujuannya, agar acara kenegaraan tersebut dapat terselenggara,” imbuhnya.
Karena itu, Suharto mengaku aneh jika dana talangan 25 tahun lalu itu kembali dipersoalkan. Bahkan, beberapa presiden sebelumnya tidak pernah mengutak-ngatik dana talangan ini lantaran sumbernya bukan dari APBN.
“Saya kira, 25 tahun itu kan masa yang cukup panjang, berapa presiden itu kan. Dan tidak pernah dipersoalkan waktu itu dan sekarang kok di otak-atik. Ini kan aneh,” imbuhnya.
BACA JUGA:
Suharto menuturkan betapa repotnya penyelenggaraan SEA GAMES 1997 waktu itu, terutama dibidang sarana dan prasarana. Sebab, pihaknya harus menyiapkan menyiapkan 30-35 venue pada waktu itu. Sisi lain, biaya untuk persiapan venue ini sangat besar.
Karena itu, Suharto angkat topi dengan pihak KMP yang bekerja keras mencari dana untuk membiayai SEA GAMES 1997 ini.
“Terus terang, saya angkat topi dengan konsorsium ini karena dapat menyediakan dana yang di minta negara sebesar Rp79 miliar dan adanya penambahan biaya pembinaan atlet sebesar Rp35 miliar. Saya tidak tahu itu dapat darimana. Tapi Alhamdulillah itu terselenggara dan kami di bidang sarana dan prasarana bisa melaksanakan itu. Walaupun tertatih-tatih, tetapi SEA GAMES itu dapat terselenggara,” imbuhnya.
Bahkan, berdasarkan laporan pengeluaran yang ada, penyelenggaraan SEA GAMES XIX tahun 1997 di Jakarta tersebut menghabiskan biaya lebih dari Rp156 miliar.
Sementara itu, kuasa hukum Bambang Trihatmodjo, Hardjuno Wiwoho mengatakan peristiwa SEA GAMES yang sudah 25 tahun yang lalu di kenang sebagai pristiwa membanggakan. Apalagi, kontingen Indonesia telah mengharumkan nama negara yang sukses sebagai tuan rumah perhelatan akbar tersebut dengan menjadi juara umum.
Karena itu, sepatutnya panitia pelaksana dan KMP SEA GAMES ini diberikan apresiasi tinggi. “Semestinya kita melihat peristiwa tersebut dengan adil dan bijaksana, obyektif tanpa ada tendensi apapun, komprehensif dengan melihat aspek filosofis dan sosialnya, tidak hanya pada aspek yuridis semata,” jelasnya.
Hardjuno menegaskan event SEA GAMES ini adalah untuk kepentingan Negara, bukan untuk kepentingan golongan tertentu, konsorsium apalagi kepentingan pribadi.
“Perlu dipahami, penunjukan bapak Bambang Trihatmodjo sebagai Ketua Umum KMP SEA GAMES XIX tahun 1997 di Jakarta di dasari latar belakang beliau yang saat itu sebagai putra Presiden RI Bapak Soeharto. Koneksi beliau sebaga pengusaha yang berpengaruh di saat itu dan atas adanya inisiatif dari dua orang yang memiliki kedekatan dan pengaruh bagi beliau yaitu Saudara Enggartiasno Lukita dan Saudara Bambang Riyadi Soegomo,” ulasnya.
“Kami sangat berharap persoalan yang terjadi dapat diselesaikan dengan adil dan bijaksana dengan mempertimbangkan tidak hanya aspek yuridis, namun juga aspek-aspek filosofis dan sosial yang berdasar pada fakta sejarah yang ada,” pungkasnya.