Karyawan Waroeng SS Penerima BSU Bisa Bernapas Lega, Gajinya Batal Dipotong Rp300.000
Ilustrasi. Waroeng Spesial Sambal (SS). (Foto: Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menegaskan pihak Waroeng Spesial Sambal (SS) sudah mencabut surat Direktur WSS perihal rencana pemotongan gaji sebesar Rp300.000 kepada karyawan penerima bantuan subsidi upah (BSU).

Pencabutan laporan tersebut diketahui setelah Tim Pengawas Ketenagakerjaan bersama Disnakertrans Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melakukan pemeriksaan di Kantor Disnakertrans DYI.

Direktur WSS Indonesia Yoyok Hery Wahyono juga hadir memenuhi panggilan Kadisnaker Provinsi DIY pada tanggal 3 November.

Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Kemnaker, Haiyani Rumondang mengatakan, Pengawas Ketenagakerjaan Kemenaker diterjunkansebagai bentuk perhatian pemerintah atas kasus yang menjadi perhatian publik terkait pemotongan gaji pekerja Waroeng SS yang menerima BSU.

Kata Haiyani, pemeriksaan yang dilakukan atas kasus ini penting dilakukan untuk memastikan perusahaan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Pemeriksaan telah dilakukan sejak hari Senin sebagai rangkaian tugas untuk memastikan penyelesaian permasalahan terkait ini.

"Dan alhamdulilah Direktur WSS setelah diperiksa dan diberikan penjelasan, akhirnya secara sadar membatalkan rencana pengurangan upah bagi pekerja penerima BSU. Pimpinan WSS tidak akan melakukan pemotongan upah terhadap pekerja yang menerima BSU dari pemerintah," kata Haiyani Rumondang melalui Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, Kamis, 3 November.

Haiyani mengaku bersyukur permasalahan rencana pemotongan gaji bagi karyawan penerima BSU bisa diselesaikan dengan baik.

"Akhirnya Permasalahan ini telah diselesaikan dengan baik. Perusahaan telah memahami, sepakat, dan berkomitmen tidak akan ada pemotongan gaji bagi pekerja yang menerima BSU," ujar Haiyani.

Haiyani mengatakan, pihaknya terus mendorong semua pihak untuk melakukan dialog sosial manakala terjadi persoalan dan permasalahan di perusahaan, termasuk terkait BSU.

Persoalan yang terjadi di Waroeng SS ini hendaknya menjadi pelajaran semua pihak sehingga kejadian serupa tidak terulang.

"Saya mengimbau kepada perusahaan untuk selalu berkomunikasi dengan Disnaker atau Kemenaker secara intens untuk mencegah dan menangani potensi permasalahan ketenagakerjaan. Pencegahan lebih utama daripada menangani masalah yang timbul. Harapannya, apa yang dilakukan perusahaan harus sesuai ketentuan, sehingga tidak ada keputusan yang merugikan pihak manapun," katanya.

Haiyani menjelaskan, BSU merupakan bantuan pemerintah yang bertujuan untuk mempertahankan daya beli bagi pekerja atau buruh dalam memenuhi kebutuhan hidupnya akibat kenaikan harga.

Ketentuan dan persyaratan BSU tersebut telah diatur melalui Permenaker Nomor 10 Tahun 2022.

"BSU ini juga salah satu apresiasi pemerintah kepada pekerja dan pengusaha yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan," ujarnya.

Pada kesempatan ini, Haiyani juga mengapresiasi dan terima kasih kepada Kadisnakertrans Provinsi DIY atas kesigapan dan kecepatannya mengambil langkah-langkah untuk menangani permasalahan yang menjadi perhatian publik ini.

"Ini contoh baik bentuk kolaborasi dan sinergi pemerintah pusat dan daerah dalam bidang ketenagakerjaan dalam menangani permasalahan yang muncul," ujarnya.

Alasan WSS Indonesia Potong Gaji Karyawan Penerima BSU

Diberitakan sebelumnya, Direktur Waroeng SS (Spesial Sambal) Indonesia, Yoyok Hery Wahyono membenarkan surat edaran yang viral di Twitter terkait kebijakan yang memotong gaji Rp300.000 bagi karyawan yang menerima BSU dari pemerintah.

"Benar itu kebijakan saya," ujar Yoyok saat dihubungi VOI, Minggu, 30 Oktober.

Alasannya karena Yoyok tidak ingin terjadi ketidakharmonisan di lingkup karyawannya.

Hal tersebut berkaca pada pengalaman pemberian BSU 2021 lalu. Saat itu, kata Yoyok, karyawannya menjadi tidak rukun karena saling iri.

"Pengalaman Agustus 2021 karena tidak merata justru menimbulkan disharmoni. Mereka jadi tidak kompak dan sinergi," ucapnya.

Demi mengatasi masalah tersebut, Yoyok mengaku harus merogoh kocek senilai Rp1,6 miliar untuk memberi karyawan yang tidak mendapat BSU dari pemerintah.

"Waktu itu kita akhirnya tombok Rp1,6 miliar untuk ngasih yang tidak dapat. Per orang Rp500.000," jelasnya.

Atas hal itu, Yoyok memilih lebih agar jangan ada bantuan apa pun dari pemerintah jika penyaluran BSU tidak merata ke seluruh karyawannya yang disebut personel.

"Saya lebih milih jangan ada bantuan apapun untuk personel saya kalau tidak dapat semua. Habis-habis kami membangun 4.000-an orang jadi satu keluarga, satu barisan, satu komando untuk sejahtera bersama rusak karena bantuan-bantuan langsung yang verifikasinya kami tidak paham," ucapnya.