Tumbuhkan Kepuasan Publik, Pemerintah Disarankan Fokus Jaga Stabilitas Harga Pangan
Presiden Joko Widodo dan Wapres Mar'uf Amin melambaikan tangan sebelum berangkat menuju Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf secara keseluruhan pada periode Oktober 2022 adalah 62,1 persen.

Khusus pada aspek ekonomi berada di angka 50,8 persen.

Pemerintah disarankan fokus menjaga stabilitas harga pangan guna menumbuhkan kepercayaan publik.

Survei Litbang Kompas terbaru juga menunjukkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin pada aspek penegakan hukum berada paling rendah.

Adapun tingkat kepercayaan publik secara keseluruhan tersebut turun 5 persen dibanding survei Juni 2022 atau turun 11,8 persen dibanding survei Januari 2022.

Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan, pemerintah patut menstabilkan harga kebutuhan pokok untuk menumbuhkan kepuasan dan kepercayaan publik.

"Pemerintah menurut saya harus fokus mengendalikan harga supaya tidak naik, tetap stabil. Tentu menjaga tingkat inflasi tetap terkendali," ujarnya, Senin, 24 Oktober.

Trubus menekankan, pentingnya pemerintah untuk fokus pada ketersediaan dan pemerataan pangan di tengah ancaman krisis pangan global.

Kata dia, pemerintah pusat dan daerah juga harus berkolaborasi untuk menjaga ketersediaan dan pemerataan pangan, termasuk juga mengantisipasi terjadinya penyelewengan pangan.

"Pangan ini harus dibikin sedemikian rupa ketersediaannya karena prediksi krisis pangan akan terjadi. Pemerintah sekarang harus fokus pada kementerian-kementerian yang langsung berurusan dengan pangan. Kita kan sebenarnya banyak lembaga yang mengurusi pangan, ada Bulog, Badan Pangan, Kementan, dan kementerian lain. Itu harus kolaborasi, koordinasi. Jangan ego sektoral lagi," ungkapnya.

Tak hanya itu, Trubus menyarankan agar faktor distribusi diperhatikan.

Menurut dia, pemerintah telah mempunyai dukungan infrastruktur yang harusnya bisa dimanfaatkan untuk memperlancar distribusi pangan.

"Kan kita sudah punya daya dukungan infrastruktur, jalan tol, pelabuhan, sudah dibikin semuanya. Jangan ada daerah yang kurang atau berlebih, pemerintah diam saja. Ini kan kepercayaan publiknya jadi bingung," katanya.

Selain itu, kata Trubus, pemerintah juga harus fokus pada konsumsi rumah tangga dengan menjaga daya beli masyarakat dan keteraksesan komoditas pangan.

"Dalam hal ini pemerintah harus mendorong pemerataan masyarakat bawah pada konsumsi rumah tangga. Jadi tersedia barangnya dan terjangkau harganya," jelasnya.

Trubus khawatir dengan kemiskinan ekstrem yang menunjukkan tren gejala meningkat.

Kemiskinan ekstrem bisa memicu ketidakpercayaan publik kepada pemerintah.

"Kemiskinan ekstrem ini akan menjadi momok bagi terjadinya publik distrust. Jadi saya khawatir itu," pungkasnya.

Sementara itu, pengamat politik Ujang Komarudin menilai, tingkat kepercayaan terhadap pemerintah yang mengalami penurunan dianggap wajar akibat dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

"Jadi kalau kepuasan masyarakat, responden terhadap pemerintahan Jokowi mengalami penurunan, faktanya memang begitu. Misalnya kenaikan BBM itu bisa menurunkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf," kata Ujang.

Dalam menyikapi kenaikan harga BBM, kata Ujang, pemerintah memberikan sejumlah bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat.

Menurut Ujang, pemberian bansos memberi pengaruh di masyarakat.

"Ketika menaikkan BBM dibarengi kompensasi pemberian bantuan bagi masyarakat, agar tidak marah, tenang, dan tetap percaya pada pemerintah. Dengan begitu masyarakat netral, ada yang percaya karena dia dibantu," kata dia.