Bagikan:

JAKARTA – PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) mencatatkan pertumbuhan nilai aktiva bersih (NAB) sebesar 14,8 persen secara year to date (ytd) menjadi Rp15.157,13 per unit hingga 7 Oktober 2022 pada produk reksa dana Bahana Dana Prima.

Direktur Investasi Bahana TCW Doni Firdaus mengatakan, torehan ini menjadikan produk tersebut sebagai salah satu reksa dana saham terbaik dibanding reksa dana sejenis lain.

“Dalam empat bulan terakhir Bahana Dana Prima mencatatkan jumlah dana kelolaan sebesar Rp93,1 miliar atau naik 66 persen sejak 10 Juni 2022 yang berada di level Rp 56,39 miliar,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Selasa, 11 Oktober.

Menurut Doni, menerapkan strategi Core-Satellite Investing pada Bahana Dana Prima yang membagi portofolio ke dalam saham-saham big cap untuk mengelola risiko agar setara dengan risiko dan imbal hasil pasar.

“Kami juga menyebar ke saham-saham active satellite yang ditujukan untuk menambah nilai imbal hasil agar mencapai di atas pasar. Produk ini sangat fokus pada saham-saham yang kami percaya memiliki turnaround story dan fundamental bagus sehingga memiliki bobot yang signifikan pada portofolio,” tuturnya.

Doni menambahkan, strategi ini dimulai dengan comprehensive assessment atas sebuah emiten yang akan menjadi underlying dan dilanjutkan dengan analisis turnaround story dan fundamental.

Diungkapkan jika keseluruhan proses pengembangan produk dan penentuan portofolio investasi ini dilandasi oleh prinsip risk culture yang sangat ketat dan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG).

“Seluruh proses assessment ini berhasil memilih emiten yang berkinerja baik yang turut mendorong kenaikan imbal hasil dari sebuah produk reksa dana,” tambahnya.

Lebih lanjut, dia menyatakan, pula strategi komprehensif ini menjadi penting untuk mengelola portofolio investasi khususnya reksa dana saham di tengah ketidakpastian ekonomi global saat ini.

Kemudian, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan pertama Oktober 2022 menunjukkan pelemahan.

Hal ini didasari sentimen global dan domestik seperti kekhawatiran investor atas rencana The Fed yang akan kembali menaikkan suku bunga pekan depan.

“Selain itu, tingkat inflasi bulanan dalam negeri yang mencapai 1,17 persen (month-to-month) pada September yang merupakan rekor tertingginya sejak Desember 2014. Kondisi perekonomian yang dinamis ini menuntut manajer investasi melakukan inovasi dalam pengelolaan dan pengembangan produk agar dapat memilih [RSW2] underlying asset reksa dana dengan imbal hasil optimal,” katanya.

Doni menilai, kondisi perekonomian yang masih sangat dinamis ini masyarakat perlu memperhatikan diversifikasi investasinya.

Hal ini dibutuhkan agar imbal hasil yang ditargetkan dapat tercapai.

Selain itu, perlu juga memperhatikan profil risiko dari masing-masing instrumen [RSW3] investasi serta dicocokkan dengan profil investasi masing-masing.

“Perlu diingat risiko perubahan kondisi ekonomi dan politik, risiko berkurangnya nilai investasi, risiko likuiditas, risiko kredit perlu untuk selalu diperhitungkan tidak hanya pada reksa dana namun juga pada instrumen-instrumen investasi lainnya,” tutup Doni.