JAKARTA - Kasubdit Dana Desa Kementerian Keuangan Jamiat Aries Calfat mengatakan pemerintah pusat mendorong pemerintah desa berkontribusi lebih banyak menangani kemiskinan ekstrem melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 128 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Dana Desa.
“Dalam PMK Nomor 190 Tahun 2021, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa tidak boleh beririsan dengan penerima bantuan sosial dari pemerintah pusat maupun daerah.
“Dalam PMK Nomor 128 Tahun 2022, ketentuan ini kita ubah sehingga KPM (Keluarga Penerima Manfaat) BLT desa dapat juga menerima bansos yang diberikan pemda atau bersumber dari APBD,” kata Jamiat dalam Webinar Kupas Tuntas PMK 128/2022 yang dikutip Antara, Kamis 8 September.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebanyak 26,16 juta orang terdiri dari 11,82 juta orang di perkotaan dan 14,34 juta orang di pedesaan.
“Melalui PMK Nomor 128 Tahun 2022 kita secara tidak langsung bertujuan mendorong pemerintah daerah berkontribusi menangani kemiskinan ekstrem. Kita dorong agar pemerintah desa memberi bansos kepada penduduk yang masuk kategori miskin ekstrem sebagai penebalan agar mereka bisa keluar dari kondisi tersebut,” ucapnya.
VOIR éGALEMENT:
Aturan ini mendukung arahan Presiden Jokowi selepas pengumuman kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) agar pemerintah daerah menyediakan 2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) untuk dijadikan bansos bagi masyarakat miskin dan rentan miskin.
“Tentu dengan adanya arahan Presiden Jokowi, apabila nanti di 2022 ini pemerintah desa memberikan bantuan sosial kepada masyarakat penerima bansos pemda atau pemerintah pusat, ini sudah diberikan. Karena melalui PMK Nomor 128 Tahun 2022, ini sudah kita perbolehkan,” katanya.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021, Presiden Jokowi menyatakan bahwa setidaknya 40 persen dana desa perlu dialokasikan untuk BLT desa, 20 persen untuk ketahanan pangan dan hewani, serta 8 persen untuk penanganan COVID-19.
Dalam aturan terbaru, pemerintah mengatur sisa BLT desa tidak lagi disimpan di rekening kas negara, tetapi dikembalikan kepada desa yang bersangkutan untuk dijadikan anggaran pengentasan kemiskinan, misalnya melalui program penanganan stunting.
“Setelah disalurkan kepada desa yang bersangkutan, dana tersebut harus digunakan atau diprioritaskan penggunaannya untuk penanganan kemiskinan ekstrem,” ucapnya.