JAKARTA - Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah meminta pemerintah serius dalam menangani persoalan pangan usai ditetapkannya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Pasalnya, sektor pangan menjadi pengaruh utama dalam inflasi.
"Menurut saya ini memang dampak kenaikan BBM ini yang paling rumit adalah mengenai masalah pangan, harga pangan," kata Trubus di Jakarta, Selasa, 6 September.
Trubus menegaskan pemerintah tidak bisa lagi menerapkan kebijakan konvensional dalam menjaga ketersediaan stok pangan.
Dia meminta pemerintah memikirkan cara lain.
"Pemerintah kalau dengan cara-cara konvensional saja itu tidak akan bisa. Permintaan pangan ini kan sifatnya naik, seiring dengan demografinya naik. Jadi dalam hal ini pemerintah memikirkan cara lain selain menyerap gabah petani," katanya.
Menurut Trubus, pemerintah patut memperkuat sinergi kerja sama antar daerah dalam menghadapi dampak kenaikan BBM pada inflasi harga pangan.
Dia menekankan, hal itu menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menjamin adanya pemerataan stok pangan pada setiap daerah dengan harga yang stabil.
Upaya itu, kata Trubus, penting dilakukan secepatnya sebagai solusi jangka pendek untuk menekan inflasi pangan.
"Pemerintah mau tidak mau harus mensinergikan antar daerah. Kan ada daerah-daerah tertentu yang memang pangannya surplus, tapi ada juga daerah yang minus. Jadi bagaimana pemerintah menstabilkan antar daerah ini. Karena yang saya lihat selama ini pemerintah tidak optimal. Itu kurang diperhatikan," jelas Trubus.
Selain itu, menurutnya, pemerintah juga harus membuat dan melaksanakan kebijakan jangka menengah-panjang untuk memitigasi persoalan inflasi pangan di masa mendatang terkait dengan ancaman krisis pangan global dan regional.
"Pemerintah harus memikirkan kebijakan yang sifatnya jangka menengah panjang yaitu bagaimana kemudian pemerintah mendorong, membuat kebijakan agar anak muda kembali ke desa, bertani," katanya.
Dalam hal ini, tambahnya, dukungan pemerintah pada sektor pertanian juga harus diwujudkan dalam paket kebijakan yang memudahkan dan menarik pemuda untuk kembali ke desa.
"Misalnya kemudahan permodalan, pupuk lebih murah," tutur Trubus.
Selain itu, Trubus menilai, pemerintah juga patut melaksanakan reforma agraria sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2018.
"Reforma agraria itu bagian dari penyediaan pangan jangka panjang," pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah secara intensif memonitor dan mengevaluasi penerapan kebijakan pangan nasional agar sesuai dengan kondisi terkini. Hal tersebut dilakukan agar kebutuhan pangan masyarakat dapat terpenuhi secara merata. Salah satu kebijakan tersebut adalah saat ini Pemerintah tengah melakukan penguatan stok beras.
BACA JUGA:
Dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Kebijakan Pangan yang dipimpinan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, pemerintah memastikan semua bahan pangan tersedia cukup sampai dengan akhir tahun 2022 melalui perluasan tanam maupun pengadaan.
"Dalam Rakortas diputuskan yang pertama tentang kebijakan pembelian gabah atau beras petani dengan fleksibilitas harga, dan yang kedua adalah Badan Pangan Nasional menugaskan kepada Perum Bulog dalam rangka penguatan stok CBP untuk melakukan pembelian gabah atau beras dengan menggunakan fleksibilitas harga," kata Menko Airlangga.