Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah melalui Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal Suminto mengatakan, laporan dari lembaga Lancet Countdown menyebut bahwa pada 2020 terjadi 242 peristiwa ekstrem terkait perubahan iklim dengan total kerugian mencapai 178 miliar dolar AS.

Menurut dia, kondisi ini menunjukkan indikasi nyata jika perubahan iklim bukan menjadi masalah satu atau dua negara tetapi juga seluruh masyarakat global.

“Indonesia sebagai bagian dari komunitas dunia terus memberikan komitmen melalui ratifikasi Paris Agreement dan pemerintah berupaya menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen melalui usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional,” ujarnya dalam webinar hari ini, Senin, 22 Agustus.

Menurut Suminto, upaya tersebut diikuti oleh pengalokasian dana di APBN sekitar Rp96 triliun atau setara 4 persen dari belanja negara.

Meski demikian, nilai tersebut masih belum cukup sehingga diperlukan usaha memobilisasi sumber pendanaan lain.

"Pemerintah terus berinovasi mengembangkan instrumen pembiayaan hijau, seperti penerbitan green bond dan green sukuk. Instrumen ini mendukung pembangunan proyek ramah lingkungan sekaligus mendorong pendalaman pasar keuangan di Indonesia,” tuturnya.

Suminto menambahkan, sampai saat ini sudah ada dua produk green sukuk yang bernilai total 3,5 miliar dolar AS untuk pasar mancanegara dan Rp11,8 triliun di dalam negeri.

"Pemerintah berharap pengembangan instrumen lingkungan ini tidak hanya didominasi oleh pemerintah namun juga swasta bisa berpartisipasi," tegasnya.

Ke depan, anak buah Sri Mulyani itu menyatakan, negara akan mengakselerasi terciptanya ekosistem keuangan berkelanjutan yang baik melalui penerbitan kebijakan yang bersifat kondusif dalam membentuk market di sektor ini.

"Ini jelas dimaksudkan agar mendukung kesiapan ekonomi hijau yang berkelanjutan," tutup Suminto.