Subsidi Makin Membengkak, Ini Opsi Selain Menaikkan Harga BBM
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut pemerintah memiliki opsi lain selain menaikkan harga BBM untuk menekan anggaran subsidi yang makin membengkak dan mengatasi stok BBM yang semakin menipis.

"Kenaikan harga pertalite disatu sisi akan meringankan beban APBN, tapi disisi yang lain pemerintah wajib meningkatkan dana belanja sosial sebagai kompensasi kepada orang miskin dan rentan miskin atas naiknya harga BBM subsidi. Jadi ini ibarat hemat di kantong kanan, tapi keluar dana lebih besar di kantong kiri," ujarnya kepada VOI, Jumat 19 Agustus.

Beberapa opsi tersebut antara lain, pertama, pemerintah diminta memperketat pengawasan solar subsidi untuk kendaraan angkutan di perusahaan pertambangan dan perkebunan skala besar.

"Selama ini tingkat kebocoran solar masih terjadi, dan lebih mudah mengawasi distribusi solar dibandingkan pengawasan bbm untuk kendaraan pribadi karena jumlah angkutan jauh lebih sedikit dibanding mobil pribadi," kata Bhima.

Menurutnya, penghematan dari pengawasan distribusi solar subsidi cukup membantu penghematan anggaran.

Kedua, ia menyarankan pemerintah untuk mendorong pembangunan jaringan gas (jargas) untuk menggantikan ketergantungan terhadap impor elpiji 3kg.

"Jaringan gas juga bermanfaat untuk mempersempit celah subsidi ke rumah tangga mampu," imbuhnya.

Ketiga, ia juga meminta pemerintah untuk menunda proyek infrastruktur dan mengalokasikan dana untuk menambah alokasi subsidi energi serta mengalihkan sebagian dana PEN untuk subsidi energi.

Kelima, penghematan belanja pegawai, belanja barang dan jasa, termasuk transfer ke daerah masih bisa dilakukan. Pemerintah juga dibekali dengan UU darurat keuangan di mana pergeseran anggaran tanpa persetujuan DPR.

"Jadi lebih cepat dilakukan perombakan ulang APBN semakin baik," kata dia.

Lebih jauh Bhima menambahkan, jika pemerintah menaikkan harga BBM, dampaknya akan dirasakan langsung ke daya beli masyarakat yang menurun serta meningkatkan jumlah orang miskin baru.

"Karena konteksnya masyarakat saat ini sudah menghadapi kenaikan harga pangan, dengan inflasi mendekati 5 persen. Di sisi yang lain, masyarakat masih belum pulih dari pandemi, terbukti ada 11 juta lebih pekerja yang kehilangan pekerjaan, jam kerja dan gaji dipotong, hingga dirumahkan," bebernya.

Untuk itu, jika ditambah kenaikan harga bbm subsidi dikhawatirkan tekanan ekonomi untuk 40 persen kelompok rumah tangga terbawah akan semakin berat.

"Belum lagi ada 64 juta UMKM yang bergantung dari bbm subsidi. Pemerintah juga harus memikirkan efek ke UMKM karena subsidi ini bukan hanya kendaraan pribadi tapi juga dipakai untuk kendaraan operasional usaha kecil dan mikro," lanjutnya.

Berdasarkan penghitungan Bhima, jika kenaikan harga Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, diperkirakan inflasi tahun ini akan menembus 6 hingga 6,5 persen year on year.

"Dikhawatirkan menjadi inflasi yang tertinggi sejak September 2015," pungkas Bhima.

Terkait