Impor BBM Membengkak, Harga Bahan Bakar Bersubsidi di Ujung Tanduk
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Laju konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang semakin kencang membuat pemerintah mau tidak mau memperbesar keran impor dari luar negeri. Indikasi ini terlihat jelas dalam laporan anyar Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis hari ini.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan bahwa Indonesia telah membeli BBM dari mancanegara senilai 14,37 miliar dolar AS hanya dalam tujuh bulan terakhir (Januari-Juli 2022).

Angka tersebut diungkap Setianto tumbuh sekitar 97 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2021. Sementera dari volume terjadi kenaikan kuantitas sebesar 17,6 persen.

“Impor yang dilakukan termasuk bahan bakar untuk motor, mobil, mesin diesel, pesawat dan lainnya,” ujar dia di kanal daring saat memberi pemaparan kepada awak media pada Senin, 15 Agustus.

Asal tahu saja, membengkaknya biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk mendatangkan komoditas energi tersebut tentu saja memiliki konsekuensi terhadap penggunaan APBN.

Untuk diketahui, negara telah menganggarkan subsidi/kompensasi sebesar Rp502 triliun untuk sepanjang tahun ini. Akan tetapi, penggunaan BBM bersubsidi hingga pertengahan Agustus sudah hampir mencapai kuota untuk keseluruhan periode 2022.

Data yang dilansir Pertamina menyebutkan jika stok solar subsidi untuk 2022 adalah sebanyak 14,9 juta kilo liter. Adapun, jumlah yang telah disalurkan sampai dengan Juli telah mencapai 9,9 juta kilo liter.

Kondisi serupa juga terjadi pada BBM jenis pertalite yang sudah terserap 16,8 juta kilo liter dari kuota 23 juta kilo liter.

Menaikkan harga BBM

Pemerintah belakangan mulai realistis dengan kondisi bahan bakar minyak nasional. Hal ini membuat opsi mengerek harga jual ke masyarakat semakin tidak terelakan.

VOI mencatat, sinyal pertama penyesuaian bandrol pertama kali datang dari Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatawarta. Beruntungnya, pemerintah beberapa bulan lalu telah mencapai kesepakatan dengan DPR soal penempatan dana tambahan bantuan sosial (bansos) sebesar Rp18,6 triliun.

Diungkap jika bujet tersebut bisa dipakai sebagai buffer apabila diputuskan untuk menaikan harga BBM.

“Ya, itu salah satu kemungkinan penggunaan tambahan anggaran bansos Rp18,6 triliun (ketika dilakukan penyesuaian harga BBM subsidi),” kata dia pekan lalu.

Senada, Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyatakan pemerintah tengah menggodok harga yang paling ideal bagi masyarakat apabila kebijakan peningkatan benar-benar dilakukan. Walau begitu, Susi enggan merinci jenis BBM apa yang bakal mengalami perubahan nilai jual tersebut.

“Kalau memang harus naik maka pemerintah pasti berhitung berapa nilai idealnya karena tidak mau memberatkan masyarakat sehingga bisa menjaga daya beli,” tegas dia.