Bagikan:

JAKARTA – Perekonomian Indonesia terus menunjukan pemulihan yang kuat dengan berbagai catatan positif hingga penutupan paruh pertama 2022. Salah satu indikator keberhasilan ini dapat dilihat dari capaian surplus neraca perdagangan sebesar 24,8 miliar dolar AS di sepanjang semester I yang lalu.

Dari sisi fiskal, pemerintah sukses membukukan surplus APBN dengan torehan Rp106,1 triliun atau setara 0,57 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada akhir Juli 2022.

Meski demikian, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut pemerintah tetap melakukan pemantauan atas kondisi global yang tengah diliputi ketidakpastian yang berlanjut akibat konflik geopolitik, meningkatnya risiko stagflasi, dan volatilitas pasar keuangan.

“Ini menjadi faktor risiko yang harus kita waspadai sekaligus menjaga upaya momentum pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya dalam keterangan pers dikutip Minggu, 14 Agustus.

Menurut Menkeu, Indonesia mengalami penguatan ekonomi yang didorong oleh meningkatnya konsumsi masyarakat, investasi dan kinerja ekspor

“Situasi-situasi ini terus akan kita monitor. Tentu di dalam setiap pos dalam APBN juga akan tetap dikelola secara sangat hati-hati, sehingga tujuan-tujuan nasional tetap terjaga yaitu pemulihan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja lagi, kemudian penurunan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang sehat yang kemudian disertai dengan stabilitas dari sisi harga,” tuturnya.

Menkeu menambahkan, APBN tetap dipertahankan sebagai shock absorber dan pendukung konsolidasi fiskal 2023 dan akan kembali ke kebijakan defisit di bawah 3 persen PDB.

“Pemerintah berupaya keras supaya kesehatan APBN dapat tercapai dan akan menjadi faktor untuk menciptakan sentimen positif, sehingga pemulihan ekonomi juga akan terus berlangsung padahal kondisi dunia sedang tidak baik-baik saja,” katanya.

“Sehingga, dengan adanya APBN yang relatif kuat dan sehat ini memberikan keyakinan, confidence dan juga sentimen yang diharapkan positif,” tutup Menkeu Sri Mulyani.