Bagikan:

JAKARTA - Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo meminta tambahan batu bara sebesar 7,7 juta metrik ton. Darmawan menyebut, kebutuhan ini menyusul tingginya disparitas harga antara batu bara dalam negeri yang berimbas pada menurunnya pasokan batu bara. Tak hanya itu, kebutuhan ini juga didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga turut mendorong naiknya permintaan listrik.

"Dengan adanya disparitas harga yang cukup tinggi saat ini, kami melihat tren stockpile batu bara di PLN semakin menurun dan inilah yang kita deteksi bahwa beberapa pasokan juga semakin menurun. Ini diiringi juga dengan pemulihan kondisi perekonomian dan usaha kami untuk menaikkan demand listrik yaitu adanya kenaikan demand sebesar 5,3 TWh. Untuk itu kami membutuhkan tambahan batu bara sebesar 7,7 juta metrik ton," urai Dharmawan dalam rapat kerja di Komisi VII Jakarta, Selasa 9 Agustus.

Sementara itu, lanjutnya, pihaknya juga telah melakukan renegosiasi dengan Independent Power Producer (IPP) atau pembangkit swasta untuk menurunkan produksi listrik.

"Untuk mengatasi pertumbuhan demand dan dalam proses itu kami melakukan renegosiasi terhadap IPP yang tadinya kami harus menghadapi oversupply, kami berhasil menurunkannya. Kami berhasil produksi listrik dari Independent Power Producer yang otomatis menurunkan take or pay kami diiringi kenaikan utilisasi maka ada penambahan 7,7 juta metrik ton," lanjut Darmawan.

Sebelumnya, pada kesempatan yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebutkan hingga saat ini realisasi volume penyaluran batu bara kepada PLN baru mencapai 8,03 juta ton dari 18,89 juta ton yang diwajibkan untuk dipenuhi oleh 123 perusahaan.

"Telah diterbitkan 123 surat penugasan kepada badan usaha pertambangan dengan total volume penugasan sebesar 18,89 juta ton dengan realisasinya sampai juli 8,03 juta ton dari 52 perusahaan," ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR pada Selasa 9 Agustus.

Arifin juga merinci beberapa alasan perusahaan tersebut tidak atau belum melakukan kewajibannya, antara lain, terdapat 5 perusahaan yang terkendala cuaca ekstrem, 12 perusahaan yang mensuplai batu bara tidak sesuai kebutuhan, 2 perusahaan yang tambangnya belum beroperasi karena masalah lahan, 4 perusahaan kesulitan mendapatkan moda angkut batu bara dan terdapat 48 perusahaan yang belum melapor.

"Kementerian ESDM terus memantau komitmen badan usaha yang belum melaksanakan penugasan dengan memberikan sanksi terhadap badan usaha yang tidak melakukan penugasan tanpa ada keterangan yang jelas. Maka fitur ekspornya pada aplikasi Minerba Online Monitoring Sistem (MOMS) akan terblokir," lanjut Arifin.

Arifin melanjutkan, saat ini banyak perusahaan yang lebih memilih untuk membayar denda dibandingkan mensuplai batu baranya kepada PLN karena adanya disparitas harga yang cukup tinggi antara harga DMO dengan harga pasar.