Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu mengunjungi Rusia.

Dari kunjungan tersebut, Luhut menyebut banyak komitmen investasi yang dibawa pulang sebagai oleh-oleh.

Kata Luhut, investasi yang sedang dibahas dengan Rusia salah satunya terkait proyek kilang minyak di Tuban.

Proyek tersebut dalam tahap finalisasi dengan PT Pertamina (Persero).

“Kelihatannya sudah tidak ada isu yang banyak, karena kita minta kalian-kalian yang memberikan crude oil ke situ dan mereka juga bersedia. Saya pikir bagus,” kata Luhut kepada wartawan, Senin, 8 Agustus.

Tak hanya kilang minyak, kata Luhut, dirinya juga menawarkan Rusia untuk investasi pada pabrik pupuk di Aceh. Kerja sama investasi ini bertujuan untuk menghidupkan lagi pabrik pupuk di Aceh milik PT Pupuk Iskandar Muda.

“Kemudian Pupuk Aceh, kita minta mereka (Rusia) kalau bisa masuk ke sana dan juga mereka (Rusia) bersedia untuk masuk ke sana. Kita berharap (pabrik) pupuk Aceh ini akan bisa kita hidupkan lagi,” jelasnya.

Luhut juga bilang, Rusia berkomitmen untuk memasok bahan baku pupuk yaitu potas.

Komitmen tersebut, kata Luhut, dapat mengurangi beban subsidi yang dikeluarkan pemerintah.

"Banyak lagi sih saya kira, saya pikir itu akan mengurangi subsidi kita yang setumpuk tinggi Rp502 triliun. Itu saya pikir mungkin cukup kurang dari sana,” katanya.

Namun, Luhut mengatakan pihaknya belum merinci berapa nilai investasi Rusia pada pabrik pupuk di Aceh. Pasalnya, rencana investasi itu masih dalam tahap negosiasi.

“Itu masih kita hitung ulang karena saya juga masih mau negosiasikan strukturnya gimana Apakah kita mau mereka majority selama 10 tahun, setelah itu kita balik yang majority, nanti kita lihat daripada sekarang saya baru usul kepada Presiden mengenai ini,” ucapnya.

Luhut juga menegaskan tidak mempermasalahkan investasi Rusia di tengah kondisi konflik perang dengan Ukraina.

Masih kata Luhut, sikap Indonesia tetap menentang adanya perang tersebut.

“Kalau investasi kan jalan, yang perang kan kita enggak setuju perang itu. Tapi kalau dia mau berinvestasi lantas kita tidak boleh menerima mereka investasi di Indonesia, kan itu kepentingan nasional kita,” tuturnya.