JAKARTA - Pemerintah menyatakan terdapat potensi penghasilan inbound hingga Rp683 triliun yang dapat masuk ke kantong negara jika terdapat transparansi perpajakan internasional. Hal ini dikemukakan Juru Bicara Pemerintah untuk Presidensi G20 Indonesia Maudy Ayunda.
Menurutnya, banyak potensi penerimaan pajak yang masih terparkir di luar negeri karena terkendala kesepakatan internasional. Ia menjelaskan bahwa transparansi pajak menjadi pembahasan penting dalam forum elit G20 di Bali beberapa waktu lalu karena semua negara bisa memperoleh keuntungan jika terdapat transparansi perpajakan.
Maudy menyebut bahwa Indonesia pun akan menikmati manfaat jika terdapat transparansi perpajakan, karena potensi penerimaan dari luar negeri sangat besar. Namun, potensi itu bisa terealisasi jika terdapat kesepakatan internasional.
"Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang telah menikmati manfaat transparansi perpajakan. Salah satunya adalah pemetaan potensi penghasilan inbound senilai Rp683 triliun berupa dividen, bunga, penjualan, dan penghasilan lain," ujar Maudy dalam keterangannya di Istana Negara, dikutip Jumat 22 Juli.
Penghasilan inbound merupakan penerimaan atas subjek pajak dalam negeri yang memperoleh penghasilan dengan sumber dari luar negeri. Artinya, potensi penghasilan wajib pajak Indonesia memiliki penghasilan dividen, bunga, penjualan, dan penghasilan lain dari luar negeri mencapai Rp683 triliun.
Pada akhir 2021, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyampaikan bahwa berdasarkan penyandingan data penghasilan melalui automatic exchange of information (AEoI) dengan surat pemberitahuan tahunan (SPT), baru Rp7 triliun penghasilan inbound yang sudah terklarifikasi.
Wajib pajak dapat memanfaatkan program pengungkapan sukarela (PPS) untuk mengklarifikasi data itu. Meskipun begitu, ketika PPS selesai, pengungkapan harta di luar negeri ternyata tidak sebesar potensi penghasilan inbound itu.
BACA JUGA:
Total harta bersih yang direpatriasi tercatat senilai Rp13,7 triliun, sedangkan deklarasi harta bersih yang tetap berada di luar negeri adalah Rp59,9 triliun. Pemerintah memperoleh pajak penghasilan (PPh) senilai Rp61,01 triliun.
Namun, Ditjen Pajak tidak merinci berapa nilai PPh yang berasal dari repatriasi dan pengungkapan harta di luar negeri. Maudy menyebut bahwa kesepakatan transparansi perpajakan harus tercapai oleh komunitas internasional, terutama di G20.
Hal tersebut dapat menciptakan keadilan dalam perpajakan, sehingga akan sangat membantu perkembangan dan pemulihan dari dampak pandemi COVID-19.
"Sistem perpajakan internasional yang adil dan transparan menjadi penting untuk mengatasi penggelapan dan penghindaran pajak, mencegah transfer pricing, dan mendorong kebijakan perpajakan nasional yang kondusif," kata Maudy.