Bagikan:

JAKARTA - Krisis energi yang terjadi di Benua Eropa berimbas pada permintaan energi dalam negeri.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan saat ini ada permintaan pasokan Liquefied Natural Gas (LNG) dari beberapa negara Eropa.

Namun, permintaan ini tidak dapat dipenuhi Indonesia, sebab pasokan gas yang tersedia hanya diperuntukkan bagi perusahaan yang sudah meneken kontrak dengan Indonesia.

Menanggapi hal ini, Sekjen Aspermigas, Moshe Rizal mengungkapkan, dirinya sempat bertemu dan terlibat pembicaraan dengan Duta Besar (Dubes) Uni Eropa yang mengeluhkan terkait kebutuhan gas di negara Eropa yang kian menipis sebagai imbas dari terbatasnya aliran gas dari Rusia.

"Saya sarankan, kalau mereka memang mau gas dari kita mereka harus meningkatkan investasinya di Indonesia seperti perusahaan investasi Shell, BP dan lainnya. Pemerintah juga bisa membujuk kembali supaya mereka tidak keluar dari Indonesia," ujarnya di Jakarta, Senin 18 Juli.

Sebab, kata Moshe, gas merupakan komoditas yang paling dicari untuk menggantikan keterbatasan pasokan dari Rusia.

Menurutnya, hal ini merupakan suatu kesempatan yang harus dimanfaatkan oleh Indonesia.

"Tapi apakah negara kita cukup menarik? Kan yang mensupplay gas bukan hanya Indonesia. Masih ada negara yang lebih murah seperti Qatar dan Amerika yang biaya produksinya lebih murah," imbuhnya.

Sebelumnya, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas, Arief Setiawan Handoko mengungkapkan, saat ini ada permintaan pasokan liquefied natural gas (LNG) dari beberapa negara-negara Eropa.

"Memang ada permintaan LNG dari beberapa negara di Eropa karena terbatasnya gas dari Rusia. Tapi sayangnya suplai gas kita untuk bisa deliver LNG ke sana saat ini belum bisa kita upayakan," ujar Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas, Arief Setiawan Handoko pada konferensi pers capaian dan kinerja hulu migas Semester Pertama 2022 di Jakarta 15 Juli.

Untuk saat ini, kata Arief, SKK Migas hanya menyalurkan permintaan LNG melalui perusahaan yang sudah memiliki kontrak dengan Indonesia.

Ia mencontohkan, perusahaan Total yang dikirimkan melalui perusahaan Singapura.

"Kita sudah salurkan melalui Total Gas & Power Asia Private Limited (TGPA Ltd.). Yang lainnya memang kita belum bisa merealisasikan untuk kirim LNG. Sambl tunggu Marsela mungkin," lanjutnya.

Sebelumnya, pada Senin, 11 Juli yang lalu, Rusia menyetop aliran gas di pipa tunggal terbesar yang membawa gas Rusia ke Jerman dengan alasan pemeliharaan.

Namun, negara-negara Eropa khawatir penutupan jalur gas yang semula direncanakan selama 10 hari kemungkinan diperpanjang karena perang di Ukraina.