Lembaga Pemeringkat Dunia Fitch Pertahankan Status Layak Investasi Indonesia, Begini Respon BI
Ilustrasi (Foto: Dok. Kemenkeu)

Bagikan:

JAKARTA – Lembaga pemeringkat utang internasional Fitch Ratings disebutkan kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB atau investment grade dengan outlook stabil.

Dalam risalahnya, Fitch menyebut bahwa prospek pertumbuhan ekonomi RI jangka menengah dianggap baik serta rasio utang pemerintah terhadap PDB yang rendah. Meski demikian, masih ada beberapa tantangan yang perlu direspons, yaitu rasio pembiayaan eksternal yang meningkat, penerimaan yang masih rendah, serta beberapa indikator struktural seperti PDB perkapita dan tata kelola yang relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara lain pada peringkat yang sama.

Menanggapi hal tersebut Bank Indonesia (BI) merespon afirmasi rating pada peringkat BBB dengan outlook stabil menunjukkan bahwa RI cenderung lebih siap dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan masih ada risiko stagflasi seiring kenaikan suku bunga global, meluasnya kebijakan proteksionisme.

“Bank Indonesia akan terus menguatkan bauran kebijakan dengan pemerintah untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan stabilitas keuangan,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Rabu, 29 Juni.

Menurut Perry, Fitch melihat adanya risiko kenaikan tekanan meski meyakini bahwa inflasi masih akan tetap terjaga dalam kisaran sasaran 4 persen.

“Dalam jangka menengah, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,8 persen pada 2024, didukung oleh dampak positif dari implementasi UU Cipta Kerja terhadap kenaikan investasi, serta komitmen pembangunan infrastruktur yang terus berlanjut,” tuturnya.

Sebagai informasi, Fitch melihat komitmen dari pemerintah untuk menurunkan defisit fiskal menjadi di bawah 3 persen pada 2023 akan tercapai.

Lalu, di tengah harga komoditas global yang meningkat pemerintah telah mengalokasikan anggaran subsidi yang lebih tinggi untuk menjaga daya beli masyarakat. Namun demikian, kenaikan subsidi tersebut disertai oleh peningkatan penerimaan yang ditopang oleh harga komoditas yang tinggi.

Dengan perkembangan ini, Fitch memperkirakan utang pemerintah akan menurun secara bertahap dari level 44,2 persen dari PDB pada 2022. Level utang ini jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain pada peringkat yang sama (55,9 persen dari PDB).

Selain itu, ketergantungan Indonesia atas pembiayaan eksternal juga lebih rendah yang diindikasikan oleh kepemilikan investor asing atas surat berharga negara dalam rupiah yang menurun.

Dukungan Bank Indonesia dalam pembiayaan defisit fiskal melalui pembelian surat berharga pemerintah dipandang dapat membantu mengelola beban bunga.

“Perlu ditekankan bahwa dukungan tersebut akan berakhir pada 2022, sehingga tidak menimbulkan risiko bagi kredibilitas kebijakan moneter yang selanjutnya akan mempengaruhi persepsi positif investor,” tutup Gubernur BI Perry Warjiyo.