Bagikan:

JAKARTA - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terkoreksi pada perdagangan kemarin, Kamis 12 Mei. IHSG anjlok ke level 6.599,84, melemah sebesar 9,09 persen dalam tempo kurang dari sepekan.

Dalam perdagangan kemarin, IHSG bergerak di rentang 6.576-6.802. Sebanyak 97 saham menguat, 480 saham melemah, dan 112 saham stagnan. Asing membukukan aksi jual bersih dalam sehari senilai Rp712,3 miliar.

Pelemahan IHSG mengekor kinerja buruk sebagian besar pasar saham regional di Asia Pasifik. Performa buruk tersebut menurut kalangan analis, imbas dari kenaikan data inflasi di Amerika Serikat yang sebelumnya juga telah merontokkan Wall Street dalam beberapa waktu terakhir.

"IHSG ditutup melemah cukup signifikan merespons beberapa data ekonomi Amerika yang menunjukkan hasil kurang baik dan semakin meningkatkan kekhawatiran akan inflasi yang lebih buruk," ujar Analis Artha Sekuritas, Dennies Christoper Jordan dalam risetnya.

Sepanjang bulan lalu, indeks harga konsumen Amerika Serikat meningkat 8,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Angka inflasi itu mendekati level tertinggi sejak 40 tahun terakhir.

Data inflasi yang di luar ekspektasi itu meningkatkan keyakinan pelaku pasar bahwa The Fed bakal kembali merespons dengan penaikan suku bunga. Artinya, tren jual bersih asing di pasar saham akan terus berlanjut.

Problemnya, situasi ekonomi di Negeri Paman Sam bukan satu-satunya sentimen yang memberikan tekanan ke pasar modal. Ketegangan Rusia-Ukraina yang tak kunjung mereda, potensi pandemi dari munculnya penyakit baru Hepatitis yang misterius, serta tren kenaikan kasus COVID-19 di sejumlah negara bakal terus menekan pergerakan indeks.

Situasi itu mempertegas teori ‘sell in may’ yang berdampak terhadap kinerja negatif pasar saham secara historis. Terlebih, banyak dari investor yang melakukan profit taking pada bulan ini mengingat kinerja portofolio efek relatif menggembirakan sepanjang tahun berjalan.

Pelemahan kinerja indeks dalam beberapa hari terakhir setidaknya mendiskon harga sejumlah saham berkapitalisasi besar. Momentum ini perlu dimanfaatkan oleh para pemodal untuk kembali membeli saham undervalued dan difokuskan ke emiten blue chips.

Saat indeks membaik, saham-saham blue chips akan mencetak pertumbuhan paling cepat dan memimpin rebound IHSG.