JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah masih memiliki sejumlah kewajiban terhadap PT Pertamina (Persero) untuk pembayaran BBM bersubsidi. Hal itu secara tegas diungkapkan oleh Menkeu saat menggelar konferensi pers realisasi APBN 2022 pada awal pekan ini.
Dalam penjelasannya, dia menyebut jika total utang pemerintah ke perusahaan migas itu mencapai Rp84,4 triliun. Jumlah tersebut merupakan sisa kewajiban kurang bayar hingga akhir 2021.
Asal tahu saja, nilai ini sendiri bukan merupakan keseluruhan subsidi tahun lalu, tapi juga nilai kurang bayar dari periode 2020.
Secara terperinci, pada 2020 kewajiban subsidi pemerintah ke Pertamina adalah sebesar Rp45,9 triliun. Dari angka itu baru dibayar Rp30 triliun pada 2021 sehingga pemerintah masih punya tunggakan Rp15,9 triliun.
Adapun, nilai subsidi BBM di 2021 sendiri bertotal Rp68,5 triliun. Oleh karena itu, keseluruhan kewajiban pemerintah di awal 2022 ini adalah sebesar Rp84,4 triliun.
“Inilah yang disebut sebagai shock absorber. APBN mengambil seluruh tekanan yang berasal dari fluktuasi harga minyak sehingga masyarakat tidak mengalami dampak, namun APBN yang harus mengambil konsekuensinya,” kata Menkeu melalui saluran virtual dikutip Selasa, 29 Maret.
BACA JUGA:
Dalam kesempatan yang sama, bendahara negara menerangkan bahwa pemerintah akan mengurangi atau bahkan mulai meniadakan pemberian bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat. Nantinya, alokasi anggaran bansos bakal digeser untuk memperkuat pos subsidi energi.
Strategi ini ditempuh pemerintah guna mengantisipasi kebutuhan dana yang diproyeksi makin meningkat seiring dengan melambungnya berbagai harga komoditas energi di dunia.
“Jadi kalau dulu tahun 2020, 2021 dominasi penerima adalah targeted bansos yang bersifat by name, by address, maupun dari nomor penerima bantuan maka sekarang di tahun 2022 karena lonjakan harga subsidi, bansosnya beralih menjadi subsidi dalam bentuk barang, yaitu BBM, LPG, dan listrik,” ujar Menkeu Sri Mulyani.
Untuk diketahui, utang pemerintah tidak hanya tercatat di Pertamina namun juga di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang sebesar Rp24,6 triliun. Sehingga, nilai subsidi tertunggak yang mesti dilunasi sampai dengan 31 Desember 2021 adalah Rp109 triliun.