YOGYAKARTA - Dunia yang lebih hijau dan bersih melalui pemanfaatkan energi baru dan terbarukan menjadi topik pembicaraan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam seminar di Universitas Gadjah Mada. Energi air atau hidro, surya dan geotermal mendapat perhatian penuh sebagai energi masa depan yang ramah lingkungan.
Hidro power atau sumber energi air, yang berbasis pada potensi sungai. Airlangga mencontohkan Kayan River atau Sungai Kayan di Kalimantan Utara yang potesinya bisa mencapai 12 giga watt. Bahkan Sungai Kayan ini bisa menumbuhkan potensi ekonomi baru, yakni ekonomi berbasis hidrogen.
Ekonomi berbasis hidrogen ini menurut Airlangga akan sangat berkelanjutan, karena jika dimasukkan untuk menjadi pengganti bahan bakar minyak, maka buangannya dalam bentuk air. “Inilah yang disebut sebagai blue hidrogen,” katanya saat menjadi pembicara utama pada Seminar Publik "Recover Together, Recover Stronger: G20 dan Agenda Strategis Indonesia", di Balai Senat, Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis 17 Maret siang.
Pemerintah saat ini juga mendorong energi yang sifatnya geoternal, yang ada di Pulau Jawa dengan potensi 29 giga watt.
Dorong
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah Indonesia terus mendorong transisi energi dan demokratisasi energi menuju energi yang berkelanjutan.
Indonesia, menurut Airlangga, memiliki potensi luar biasa besar di luar batubara, yakni potensi renewable energi. Misalnya dalam pengembangan tenaga surya.
“Tenaga surya ini dianggap sebagai demokrasi energi. Karena tenaga surya tidak tergantung economics of skill, bisa dilakukan di rumah tangga, bisa dilakukan di pabrik, dan bisa juga di skala besar,” kata Ketua Umum Partai Golkar itu.
Untuk mengembangkan demokratisasi energi ini, pemerintah juga terus menyiapkannya agar masyarakat mampu mandiri dalam hal penyediaan energi.
“Ini mekanisme yang kami siapkan dengan PLN, bahwa demokratisasi energi menjadi sangat penting, sehingga di setiap rumah bisa tersedia electricity (kelistrikan) berbasis energi surya,” ucapnya.
Menurut Airlangga energi surya saat ini sudah sangat kompetitif. Bahkan Indonesia sendiri sedang berpikir untuk mengekspor energi surya, salah satunya dari Batam ke Singapura. Potensi besarannya bisa menjadi empat giga watt.
BACA JUGA:
Bahkan yang diekspor dari potensi energi surya ini ada dua hal. “Satu electricity-nya, yang kedua carbon keditnya. Ada dua market untuk pengembangan tenaga surya,” kata Airlangga tambah Ketua KPCPEN itu.
“Inilah program-program yang ditawarkan Indonesia ke dunia, agar Indonesia bisa mencapai net zero emission di pertengahan abad ini, atau di tahun 2060. Bahkan bisa lebih cepat tergantung dengan ketersediaan pendanaan baik dari dalam mau pun luar negeri,” tutur Airlangga.
Airlangga berharap dalam seminar itu pemerintah mendapat masukan dari para peneliti, guna menyusun riset space policy yang dapat mendukung agenda prioritas Indonesia dalam G20.
Transformasi
Airlangga juga menyatakan Indonesia saat ini sudah bertransfomasi dari negara eksportir komoditas menjadi negara eksportir produk manufaktur.
“Indonesia saat ini memiliki nilai tambah melalui hilirisasi yang bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi baru. Salah satunya di hilirisasi di minning resources mineral,” kata Airlangga.
Sebagai contoh di industri baja dan besi di mana empat tahun lalu ekspor Indonesia hanya 4,5 miliar dolar AS. Namun pada tahun 2021 Indonesia berhasil mengekspor baja dan besi dengan hilirisasi menjadi stainless steel, lalu tembaga dan emas dan baja menjadi 20,8 miliar dolar. Sementara untuk ekspor CPO dan turunannya menjadi 33 miliar dolar AS.
Menurut Airlangga Hartarto hal tersebut menjadi sesuatu yang penting bagi Universitas Gajah Mada, untuk mendorong civitas akademiknya guna menopang sumber-sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia.