Bagikan:

JAKARTA - Kebijakan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mulai dikritisi oleh sejumlah pihak.

Kebijakan pembatasan aktivitas ekspor yang dikombinasi dengan porsi minimal penyediaan suplai dalam negeri itu dianggap tidak efektif, dan bahkan berpotensi menggerus peluang besar yang harusnya didapat negara dari kenaikan harga sejumlah komoditas di pasar internasional.

"Kebijakan seperti ini (Domestic MArket Obligation/DMO) sangat diragukan efektivitasnya di lapangan, karena justru berpotensi mendistorsi perdagangan dan mengundang retaliasi dari mitra dagang," ujar Associate Researcher dari Center for Indonesian Policy (CIPS), Krisna Gupta, dalam keterangan resminya, di Jakarta, sebagaimana dilansir Antara, Senin, 14 Maret.

Ketimbang membatasi realisasi ekspor dengan dalih mengamankan pasokan untuk pasar dalam negeri, Krisna lebih menyarankan agar pemerintah lebih berfokus pada peningkatan keuntungan dari kenaikan harga komoditas yang selama menjadi andalan ekspor nasional.

"Pemerintah harus berupaya mendapatkan benefit lebih dari naiknya harga-harga komoditas yang banyak diekspor. Caranya adalah menambah porsi atau nilai bea keluar, sehingga bisa digunakan untuk mengurangi dampak dari inflasi," tutur Krisna.

Krisna menilai bahwa belakangan ini tax ratio Indonesia sedang bermasalah. Di lain pihak, kapasitas negara dalam memaksimalkan penerimaan pajak dari komoditas tidak lagi setinggi saat booming komoditas minyak dulu.

"Meski memang menambah nilai bea keluar bisa dianggap tidak ideal (untuk dilakukan), namun ini bisa jadi solusi yang lebih kecil distorsinya ketimbang (kebijakan) DMO ataupun pelarangan ekspor," ungkap Krisna.

Nantinya penerimaan yang lebih besar dari bea keluar tersebut, menurut Krisna, bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menopang kebutuhan masyarakat lewat pemberian subsidi langsung. Dengan begitu, daya beli masyarakat bakal lebih terjaga, sehingga potensi inflasi bisa lebih dimitigasi dengan baik.

"Selain itu, Indonesia juga perlu lebih aktif lagi dalam kerja sama global karena dengan terputusnya hubungan transaksional perdagangan Rusia dan Ukraina dari pasar global, ini sedikitn banyak akan mengurangi lalu lintas perdagangan komoditas, sehingga harus diantisipasi sejak dini," tegas Krisna.