Bagikan:

MOSKOW - Invasi Rusia terhadap Ukraina memang baru secara resmi dilancarkan pada Kamis, 24 Februari lalu. Meski demikian, sinyalemen bahwa perseteruan yang juga melibatkan kelompok negara-negara wilayah Barat seperti Amerika Serikat (AS) dan sekutunya itu sepertinya sudah terendus oleh kalangan perbankan Negeri Beruang Merah bahkan sejak tahun 2021 lalu.

Perkiraan ini setidaknya bisa disimpulkan dari laporan Lembaga pemeringkat Rusia (Analytical Credit Rating Agency/ACRA) yang memperkirakan bahwa sejumlah bank di RUsia telah melakukan impor mata uang hingga mencapai 5 miliar dolar AS, atau sekitar Rp71,5 triliun, pada Desember 2021 lalu. Aktivitas ini disinyalir sebagai langkah antisipatif yang dilakukan oleh perbankan Rusia untuk memitigasi risiko pecahnya perang, hingga munculnya berbagai ancaman sanksi yang berujung pada tersendatnya pasokan dolar AS kepasar domestik Rusia.

"Berdasarkan laporan teknis bulanan yang diserahkan pihak bank ke Bank Sentral Rusia, menunjukkan bahwa mereka juga telah mengimpor 2,1 miliar dolar AS, atau sekitar Rp30 triliun pada Bulan November (2021)," ujar Direktur Senior ACRA, Valery Piven, sebagaimana dilansir CNN Business, Selasa, 22 Februari.

Dari keseluruhan mata uang yang diimpor tersebut, dolar AS menjadi paling dominan, sejalan dengan banyaknya warga Rusia yang masih mengandalkan dolar AS sebagai alat lindung nilai terhadap asetnya di tengah pelemahan rubel dan juga potensi gejolak inflasi.

Selanjutnya, menurut Piven, bank-bank Rusia juga terpantau rajin melakukan impor mata uang asing dalam bentuk tunia, karena banyaknya permintaan dari masyarakat yang mulai khawatir terhadap hal-hal tak terduga di kemudian hari.

"Rasio aset dan kewajiban valas yang dimiliki oleh bank diatur oleh bank sentral, dan (saat ini) tidak menimbulkan kekhawatiran. Peningkatan impor (mata uang asing) lebih digerakkan oleh kemungkinan lonjakan permintaan mata uang tunai di masyarakat," ungkap Piven.

Tak hanya dibandingkan November, jumlah nilai impor mata uang asing di akhir tahun lalu juga terhitung melonjak cukup signifikan dibanding realisasi impor mata uang asing pada tahun sebelumnya, yang masih sebesar 2,65 miliar dolar AS, atau sekitar Rp37,8 triliun. Atas informasi ini, pihak Bank Sentral Rusia masih belum mengeluarkan statement resminya.