Bagikan:

JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BNI) dinilai siap untuk melakukan ekspansi pada tahun ini menyusul laporan menurunnya nilai kredit yang terkena restrukturisasi.

Mengutip data perseroan yang dilansir hari ini, Kamis, 13 Januari, disebutkan jika hingga November 2021 restrukturisasi kredit yang terdampak pandemi COVID-19 berjumlah Rp79,38 triliun. Angka tersebut menurun 22,47 persen dibandingkan dengan Desember 2020 yang sebesar Rp102,39 triliun.

Alhasil, kondisi itu berpengaruh positif pada rasio Loan at Risk (LaR) BNI pada menjadi 25,18 persen per November 2021 dari sebelumnya 28,74 persen per Desember 2020.

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan LaR ini mengindikasikan rasio kredit berisiko atau pembiayaan yang masuk pantauan.

“Semakin kecil nilai LaR menunjukkan terjaganya kualitas pembiayaan yang disalurkan bank,” ujarnya.

Menurut Amin, melandainya rasio kredit berisiko BNI memungkinkan perseroan untuk melakukan ekspansi intermediasi secara berkualitas. Katanya, hal ini juga berdampak pada alokasi dana cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang juga terkorelasi dengan sisi profitabilitas.

“Disini BNI bisa mengirimkan sinyal bahwa perseroan siap menyokong kebutuhan pembiayaan dunia usaha. Beberapa sektor yang mungkin untuk dirambah adalah pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan (sawit), dan farmasi. Meski pandemi menurun tapi masih akan ada potensi pertumbuhan bisnis farmasi,” jelas dia.

Terjaganya Loan at Risk bank dengan ticker emiten BBNI tersebut membawa angin segar pula bagi perbaikan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).

“Penurunan LaR dan berkurangnya risiko NPL memberi kesempatan bagi bank untuk melakukan ekspansi kredit. Akan tetapi, ekspansi ini disebutnya harus dilakukan bank dengan hati-hati,” tegas dia.

Hingga akhir kuartal III 2021 BBNI sukses membukukan laba sebesar Rp7,7 triliun. Torehan ini melesat 73,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dengan Rp4,3 triliun.

Diungkapkan jika cuan bank pelat merah itu ditopang fee based income dan net interest income yang masing-masing tumbuh sebesar 16,8 persen dan 17,6 persen secara year-on-year (y-o-y).

Dari sisi likuiditas, dana murah tetap mendominasi DPK dengan porsi 69,7 persen atau setara Rp668,55 triliun. Catatan dana murah alias current account saving account (CASA) ini makin membuat BBNI bisa bergerak leluasa.

Terlebih, rasio penyaluran kredit terhadap total dana yang diterima (loan to deposit ratio/LDR) masih cukup terbuka dengan 85,14 persen. Level itu tergolong lapang dari batasan atas sekitar 92 persen. Sehingga, ruang ekspansi bagi BNI masih sangat memungkinkan.